Kamis, 30 September 2010

~ PERBEDAAN ’BERAGAMA’ & ’BERILMU AGAMA’ ~





Ebook islam, sholat sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu, web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa solat







oleh Agus Mustofa 

Tahukah Anda, apa beda orang yang melakukan proses BERAGAMA dibandingkan dengan sekedar BERILMU AGAMA? Yang paling mendasar adalah: orang-orang yang melakukan proses ’beragama’ akan mengalami perubahan AKHLAK menjadi lebih baik. Sedangkan yang melakukan proses ’berilmu agama’ hanya sekedar ’MENGETAHUI’ untuk memperoleh akhlak yang lebih baik.

Diantara tanda-tandanya adalah sebagai berikut:
  1. Orang yang ’beragama’ akan MENERAPKAN setiap petunjuk Allah dan Rasul-Nya dalam aktivitas sehari-harinya. Sedangkan yang ’berilmu agama’, hanya untuk memperoleh pengetahuan dan bergaya SOK PINTAR. Atau lulus ujian :(
  2. Orang yang ’beragama’ mengorientasikan ilmunya untuk mengubah PERILAKU, sedangkan yang ’berilmu agama’ untuk pamer hafalan Qur’an dan Hadits, dan memperoleh PENGAKUAN akan kehebatannya. Sehingga ketika Allah dan Rasul-Nya mengajari untuk ’JANGAN BERKATA KASAR’ misalnya, QS. 3: 159, dia mengatakan bahwa dia hafal ayat itu, sambil tetap berkata-kata kasar kepada siapa saja dengan pilihan kata yang menyakitkan orang-orang yang mendengarnya.
  3. Orang yang ’beragama’ menggunakan ilmunya untuk MENASEHATI orang-orang di sekitarnya dengan SEJUK, sedangkan yang ’berilmu agama’ mendatangi tetangga-tetangganya untuk MENANTANG BERDEBAT sambil menuding-nuding orang lain SALAH SEMUA, dan dirinyalah yang paling benar.
  4. Orang ’beragama’ menyikapi dengan TENANG atas berbagai perbedaan yang ada, karena memang itulah fitrah makhluk Allah: TIDAK ADA yang SAMA. Tetapi, orang yang ’berilmu agama’ menanggapinya dengan MENCAK-MENCAK, dan memaksa semua orang harus sama dengannya. Sementara Rasulullah SAW pun tidak pernah memaksa para sahabatnya untuk MENJIPLAK dirinya. Abu Bakar, Umar, Usman & Ali misalnya, tetap saja adalah pribadi-pribadi yang BERBEDA.
  5. Orang yang ’beragama’ tidak berani melakukan KLAIM kebenaran, karena kebenaran itu memang hanya milik Allah, QS. 16: 125, selebihnya relatif sebagai UPAYA untuk mendekatkan diri kepada SANG MAHA BENAR sambil memohon bimbingan-Nya, sebaliknya orang yang sekedar ’berilmu agama’ selalu melakukan klaim-klaim kebenaran berdasar ’kehebatannya’ tanpa mau mendengarkan pendapat orang lain. Bahkan SUUDHON dengan mengatakan pendapat orang lain tidak berdasar al Qur’an, tidak valid, belum pernah diuji dan tidak pernah sekalipun didiskusikan. Sebuah kesimpulan yang ceroboh, dikarenakan hati yang EMOSIONAL.

Kawan-kawan, saya kira kita sepakat, bahwa kita sedang berproses untuk BERAGAMA bukan hanya sekedar ’berilmu agama’. Ilmu yang kita dapatkan bukan digunakan untuk BERDEBAT mencari kalah/ menang, tetapi untuk berproses memperbaiki AKHLAK yang kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, dan MENTAUHIDKAN Allah semata.

Sebuah ’kontroversi’ kadang diperlukan untuk MEMBANGUNKAN umat yang sudah telanjur ’TIDUR’ lama, dan MERASA dirinya sudah HEBAT dan BENAR. Padahal umat Islam yang dulu TELADAN itu kini sedang dalam kondisi MEMPRIHATINKAN di semua lini kehidupannya. Sebab utamanya adalah: kebanyakan kita tidak berproses untuk BERAGAMA melainkan sekedar BERILMU AGAMA.

Ilmu yang kita peroleh juga bukan untuk digunakan menuding-nuding orang lain yang berbeda dengan kita sambil menyebar VIRUS PERTENGKARAN, melainkan digunakan untuk MELEMBUTKAN HATI kita bersama dan membangun PERSAUDARAAN menuju kepada Allah Sang Maha Lembut.

Karena, Allah sungguh ’tidak suka’ kepada orang yang belajar agama hanya untuk pamer ilmu dan kesombongan, tanpa bisa mengubah akhlak kesehariannya. Kata Allah seperti keledai yang membawa kitab-kitab di punggungnya.

QS. Luqman (31): 19
Dan SEDERHANALAH kamu dalam berjalan dan LUNAKKAN SUARAMU. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

QS. Al Jumuah (62): 5
PERUMPAMAAN orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya (tidak mengamalkan) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal...

QS. Ash Shaff (61): 2
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu MENGATAKAN apa yang tidak kamu PERBUAT?

QS. Al Baqarah (2): 44
Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan DIRIMU SENDIRI, padahal kamu membaca Al Kitab? Maka tidakkah kamu berpikir?

Ebook islam, sholat sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu, web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa solat

Rabu, 29 September 2010

~ PERBEDAAN ‘TAUHID’ & ‘SYIRIK’.

Agama Islam adalah agama TAUHID ~ agama yang menyembah SATU Tuhan. Bukan agama SYIRIK yang menyembah BANYAK Tuhan. Jadi keislaman seseorang itu BERIMPIT dengan tauhid-tidaknya dia dalam menyembah Allah. Orang-orang yang menjadikan Allah sebagai TUJUAN satu-satunya seluruh aktivitas hidupnya, itulah yang disebut sebagai orang yang sudah ISLAM. Karena sudah bertauhid. Sedangkan, yang menjadikan hal-hal lain sebagai tujuan hidupnya, mereka belum bisa disebut ‘Islam’.

Ada orang yang baru Islam NAMA-nya. Ada yang baru Islam keturunannya. Ada yang baru Islam KTP-nya. Ada yang baru aksesori-aksesori yang menempel di badannya. Atau baru Islam pendidikannya. Islam ’materi hafalannya’. Pun, ’kalimat-kalimat’ yang diucapkannya. Tetapi, dia belum BERSERAH DIRI kepada Allah ~ menjadikan Allah sebagai TUJUAN satu-satunya hidupnya. Maka, ia SEJATINYA belum muslim.

Makna MUSLIM adalah: Orang yang berserah diri kepada Allah saja ...

Apanya yang diserahkan kepada Allah? Ya, segala-galanya.
Maka, perhatikanlah beberapa perbedaan di bawah ini yang mengambarkan cara beragamanya orang yang bertauhid kepada Allah, dengan yang syirik.
  1. Orang yang bertauhid adalah orang yang MENIATKAN seluruh aktifitas ibadahnya hanya untuk Allah. Sedangkan orang yang syirik, meniatkan aktifitas ibadanya untuk selain Allah, termasuk untuk DIRI SENDIRI.
  2. Orang yang bertauhid, menjadikan Allah sebagai TUHAN dalam hidupnya. Dia menyembah, memuja dan memuji, mengagungkan Allah, mengagumi-Nya, mendekatkan diri dan merasa bahagia karenanya. Ia menjadikan Allah sebagai SUBYEK dalam proses beragamanya. Sedangkan orang yang syirik, menjadikan Allah sebagai OBYEK dalam hidupnya. Allah tidak dijadikan sebagai SESUATU yang menguasai segala-gala yang ada pada dirinya dan alam semesta, melainkan Allah DIPERALAT untuk menyenangkan dirinya. Bahkan, tak jarang Allah diajak berdagang, diperintah dan disuruh-suruh untuk memenuhi segala keinginannya. Orang yang begini pada dasarnya tidak bertuhan kepada Allah, melainkan bertuhan kepada DIRINYA sendiri. Sedangkan Allah hanya dijadikannya sebagai PELENGKAP PENDERITA. Pemuas segala keinginannya.
  3. Orang-orang yang bertauhid, mengorientasikan pembelajaran dalam hidupnya untuk lebih MENGENAL Allah, dan kemudian terus berusaha MENDEKATKAN DIRI. Sedangkan yang syirik, terus mencari dan berusaha mendapatkan FASILITAS-FASILITAS yang disediakan oleh Allah untuk kesenangannya. Dia lebih INGAT fasilitas daripada ingat Allah.
  4. Orang-orang yang bertauhid akan ’memosisikan’ Allah sebagai ’Sesuatu’ yang TIDAK ADA BANDINGNYA. Sedangkan yang syirik, akan menempatkan hal-hal selain Allah SEBANDING dengan-Nya. Misalnya, mengatakan makhluk itu KEKAL. Padahal sifat kekal itu hanya MILIK Allah saja. Tidak ada di alam semesta ini yang kekal. Apalagi cuma ENERGI. Sejumlah Ilmuwan Fisika Klasik memang berpendapat bahwa energi tidak bisa diciptakan dan dimusnahkan, sehingga disebut sebagai ’hukum kekekalan energi’, itu semata-mata karena mereka belum memahami ilmu Fisika Modern. Bagi ilmuwan modern yang JUJUR dalam memahami alam semesta ini, maka dengan sangat yakinnya dia akan mengatakan bahwa energi itu TIDAK KEKAL. Ia pernah tidak ada, dan satu ketika akan tidak ada lagi. Yaitu, saat alam semesta ini belum diciptakan, dan ketika kelak dilenyapkan oleh Sang Pencipta. Karena, teori KOSMOLOGI yang paling bisa diterima saat ini adalah yang berkesimpulan bahwa semua yang ADA ini ternyata muncul dari KETIADAAN. Dan kelak akan kembali kepada ketiadaan.
  5. Bagi orang-orang yang bertauhid, mereka memosisikan Allah sebagai Zat yang meliputi segala sesuatu, termasuk alam semesta. Sehingga segala yang ada ini sebenarnya adalah TUNGGAL, yaitu eksistensi DIRI-Nya belaka. Sedangkan bagi yang syirik, mereka menganggap Allah berada di DALAM alam semesta, ataupun bagian dari eksistensi alam semesta. Atau berada di dalam akhirat. Atau malah ada yang berpendapat Allah di dalam surga. Sehingga mereka mempersepsi segala sesuatu ini tidak tunggal. Padahal segala KEANEKA RAGAMAN ini hanyalah PENAMPAKAN dari Sesuatu yang Tunggal belaka, yaitu Allah. Laa ilaha illallah ~ tidak ada eksistensi selain Diri-Nya.

Maka, sungguh layak diprihatinkan jika kita memberikan label SIFAT ALLAH kepada makhluk. Siapa pun makhluk itu: termasuk akhirat, surga dan neraka. Karena, sesungguhnya TIDAK ADA satu ayat pun di dalam al Qur’an yang mengatakan AKHIRAT itu KEKAL. Yang ada, ialah: khalidina fiha, hum fiha khalidun, dsb. Itu bukan bercerita tentang kekalnya TEMPAT ~ surga dan neraka ~ melainkan cerita tentang ORANG yang masuk surga/ neraka, mereka TIDAK bisa KELUAR dari dalamnya sampai lenyapnya langit dan bumi, QS. 11: 106-108. Diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai ’kekal’ di dalamnya, selama-lamanya. Dan kemudian dipersepsi secara distortif, bahwa akhirat itu kekal.

Justru, yang dijelaskan Allah secara eksplisit itu bukanlah kekalnya segala makhluk selain Diri-Nya. Malah sebaliknya, berbagai ayat di dalam al Qur’an mengatakan yang SELAIN Allah bakal BINASA.

Maka, kawan-kawan, jika kita ingin berislam secara baik, yang nomer satu harus dibenahi adalah TAUHID. Jangan MENDUAKAN Allah dalam seluruh tataran kehidupan kita. Mulai dari niat, praktek, sampai kepada harapan-harapan atas kebahagiaan. DIA Maha Tahu tanpa harus kita suruh-suruh. Dan Maha Pemurah tanpa harus didikte-dikte.

Siapa saja yang baik akan memperoleh kebaikan. Siapa saja yang ikhlas akan disayang Allah. Siapa yang sabar, akan selalu didampingi-Nya. Siapa yang bertakwa kepada-Nya akan selalu diberi solusi dalam hidupnya. Siapa saja yang menjadikan Allah sebagai tujuan, maka ia akan sampai di TUJUAN itu, sebagai SUMBER segala kebahagiaan yang tiada putus-putusnya.

Jangan menjadikan yang ’selain Allah’ sebagai tujuan. Seperti seorang karyawan yang kualitas bekerjanya hanya SEBATAS ingin memperoleh gaji. Karyawan yang demikian ini pasti karyawan bawahan. Apakah tidak boleh? Oh boleh saja, siapa yang melarang. Itu memang hak setiap individu dan dijamin secara alamiah.

Tetapi, kalau ingin yang berkualitas tinggi, tirulah para EKSEKUTIF, yang bekerjanya bukan dikarenakan gaji lagi, melainkan sudah ingin MENGAKTUALISASIKAN dirinya. Kemampuannya. Kualitasnya. Maka, ia akan BEKERJA sebaik-baiknya. Dia senang melakukan semua pekerjaannya tanpa terpaksa, karena ia paham dan bahkan 'hobi' melakukannya, sehingga ia bisa menjalaninya dengan penuh keikhlasan. Hasilnya: pekerjaannya sangat BERKUALITAS. Sedangkan bayaran atas pekerjaannya, DENGAN SENDIRINYA akan mengalir kepadanya, seiring kualitas yang dihasilkannya. Tidak seperti karyawan yang orientasi hidupnya hanya mengejar gaji. Bekerjanya berat, tertekan, terpaksa, sering protes, mencak-mencak kalau tidak sesuai dengan keinginannya, dlsb. Mereka itu sulit untuk berprestasi, dan gajinya pun sulit untuk naik, dikarenakan kualitasnya yang memang rendah.

Saya, sebagai owner dari sebuah perusahaan justru tidak respek kepada karyawan-karyawan yang tuntutannya hanya gaji dan fasilitas yang ingin dinikmatinya. Saya tidak akan  pernah memberikan kepercayaan lebih besar kepadanya, karena orang yang seperti ini pasti SEMPIT cara berpikirnya, dan hanya memikirkan diri sendiri. Sebaliknya, saya akan memberikan promosi kepada mereka yang bekerja dengan ikhlas demi kemajuan bersama, karena karyawan yang seperti itu TIDAK PANTAS menerima GAJI KECIL. Ia pantasnya menjadi eksekutif yang BERGAJI BESAR..!

QS. Luqman (31): 22
Dan barangsiapa BERSERAH DIRI kepada Allah, sedang dia adalah orang yang BERBUAT kebajikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah KESUDAHAN segala URUSAN.

QS. Ar Rahman (55): 60
Tidak ada balasan KEBAIKAN kecuali kebaikan (pula).

QS. Al Muzzammil (73): 20
... Dan kebajikan apa saja yang kamu perbuat PASTI kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai BALASAN yang paling baik dan yang paling besar...

QS. Al Qashash (28): 88
Janganlah kamu SEMBAH di samping Allah, tuhan APA PUN yang lain. Tidak ada Tuhan melainkan Dia. Segala SESUATU bakal BINASA, kecuali ALLAH (saja). Bagi-Nya-lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~




Selasa, 28 September 2010

~ PERBEDAAN ‘IKHLAS’ & ‘PAMRIH’ ~


Ebook islam, sholat sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu, web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa solat










oleh Agus Mustofa 


Salah satu akhlak tertinggi di dalam agama Islam adalah IKHLAS. Lawannya, PAMRIH. Kenapa Islam mengajarkan keikhlasan? Karena, Allah menghendaki umat Islam menjalani agamanya ‘tanpa pamrih’. Semua aktivitas hidupnya dilakukan lillahi ta’ala ~ ‘karena Allah semata’.

Bersyahadatnya, karena Allah. Shalatnya, karena Allah. Puasanya karena Allah. Zakatnya karena Allah. Dan hajinya pun karena Allah. Demikian pula ketika menolong orang, menuntut ilmu, bekerja, menjadi pejabat, menjadi ustadz dan ustadzah, menjadi hakim, jaksa, polisi, profesional, dan apa pun aktivitasnya, semua dijadikan sebagai proses belajar IKHLAS dalam mengagungkan Allah semata.

Lantas, bagaimanakah membedakan ibadah yang ikhlas dan ibadah yang penuh pamrih? Pada dasarnya: Orang yang ikhlas, menjalankan agama KARENA ALLAH semata. Sedangkan orang yang pamrih, melakukan ibadah karena ingin memperoleh sesuatu untuk keuntungan DIRINYA. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

  1. Orang yang ikhlas meniatkan shalatnya karena Allah semata, persis seperti doa iftitah yang dibacanya: ’’inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil alamin ~ sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah semata.’’ Sedangkan orang yang pamrih, meniatkan shalatnya untuk mengejar pahala 1x, 27x, 1000x, dan 100.000x. Ada juga yang melakukan shalat Dhuha karena ingin memperbanyak rezeki. Atau shalat tahajud agar punya karomah. Dan lain sebagainya.
  2. Orang yang ikhlas, menjalankan puasanya karena taat kepada Allah semata. Karena dengan puasa itu ia akan menjadi jiwa yang lebih suci, sehingga lebih mudah mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan yang pamrih, melakukan puasa karena tujuan-tujuan yang selain mendekatkan diri kepada Allah. Misalnya, ada orang berpuasa agar lulus ujian, agar mendapat jodoh, agar langsing, agar sehat, agar sakti, dlsb. Padahal, semua itu hanya ’dampak’ saja dari ibadah puasa. Tidak usah dipikirkan dan apalagi dijadikan tujuan. Kalau puasanya ’karena Allah’ semata, PASTI semua dampak positip itu akan datang dengan sendirinya.
  3. Orang ikhlas menunaikan zakat dan shodaqohnya karena ingin menolong orang lain, meniru Sifat Allah yang Maha Pemurah. Tetapi, orang yang pamrih mengeluarkan zakat dan sedekah karena ingin dipuji orang, untuk memunculkan rasa bangga di dalam hatinya karena bisa menolong orang, atau yang lebih parah lagi adalah berharap balasan pahala sampai 700 kali dari nominal yang dikeluarkannya. Jadi, ketika dia mengeluarkan uang Rp 1 juta, yang ada di benaknya adalah berharap mendapat BALASAN Rp 700 juta. Berdagang dengan Allah..!
  4. Orang ikhlas menunaikan haji dan umrohnya, karena ingin memperoleh pelajaran berkorban, bersabar, keikhlasan, dan ketaatan, dalam mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan yang pamrih, ingin sekedar BERDARMA WISATA, meskipun diembel-embeli dengan kata RUHANI. Bahkan saat haji banyak orang yang meniatkan hajinya sekedar pada titel HAJI, atau penampilan berkopiah haji, panggilan ’Wak Haji’, dan kemudian membeli sertifikat haji dengan mengubah namanya. Dia berhaji bukan karena Allah, tetapi karena segala macam tujuan selain Allah.
  5. Orang ikhlas mengorientasikan seluruh ibadahnya untuk MENCINTAI ALLAH, dan merendahkan ego serendah-rendahnya sebagai manifestasi syahadatnya: laa ilaaha illallah ~ tiada Tuhan selain Allah. Tetapi orang-orang yang pamrih mengorientasikan ibadahnya untuk mengejar SURGA, sehingga tanpa terasa ia meninggikan egonya, dan mengesampingkan Allah sebagai fokus ibadahnya. Allah bukan tujuan hidupnya. Tuhannya sebenarnya bukanlah Allah, melainkan Surga. Karena, ternyata, imajinasi kebahagiaanya bukan saat dekat dengan Allah, melainkan berada di dalam surga. Yang demikian ini, justru tidak akan mengantarkannya ke surga. Karena surga itu hanya disediakan bagi orang-orang yang mengarahkan seluruh kecintaannya hanya kepada Allah semata. Dan itu tecermin dalam doanya: Allahumma antasalam, waminka salam ... ~ Ya Allah, Engkaulah Kebahagiaan dan Kedamaian Sejati, dan dari-Mu-lah bersumber segala kabahagiaan ...

Maka, kawan-kawan, marilah kita belajar menjalani seluruh aktivitas kehidupan kita ini dengan IKHLAS. Bukan ikhlas yang diikhlas-ikhlaskan, atau terpaksa ikhlas, melainkan IKHLAS yang dilambari oleh KEPAHAMAN tentang substansi apa yang akan kita lakukan. Semakin paham Anda terhadap apa yang akan Anda lakukan, semakin ikhlas pula anda menjalaninya. Sebaliknya, semakin tidak paham, maka semakin tidak ikhlas pula hati Anda dalam menjalaninya. Terpaksa Ikhlas, karena takut masuk neraka dan tidak memperoleh surga...

Betapa sayangnya, di dunia merasa tersiksa karena TERPAKSA mengikhlaskan ibadahnya, sedangkan di akhirat juga tidak memperoleh buah perbuatannya, karena ia tidak mendasarkan ibadahnya lillahi ta’ala. Surga yang digambarkan sebagai taman-taman yang indah dengan mata air-mata air itu tidak memberikan dampak kenikmatan baginya, karena sesungguhnya keindahan itu dikarenakan KECINTAAN kepada Sang Maha Indah. Mirip dengan orang yang menginap di hotel bintang lima, tetapi hatinya tidak bisa menikmati dikarenakan ia datang kesana dengan TERPAKSA ...

QS. Yunus (10): 105
Dan HADAPKAN-lah wajahmu (orientasi hidupmu) kepada agama dengan TULUS dan IKHLAS dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik (menduakan Allah sebagai tujuan hidup).

QS. Al A’raaf (7): 29
... Dan LURUSKANLAH wajahmu di setiap shalat dan sembahlah ALLAH dengan MENGIKHLASKAN ketaatanmu kepada-Nya...

QS. An Nisaa’ (4): 125
Dan siapakah yang LEBIH BAIK agamanya daripada orang yang IKHLAS menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun MENGERJAKAN kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim (dan orang-orang yang mengikuti ajarannya) menjadi KESAYANGAN Allah.


Wallahu a’lam bishshawab

~ salam ~
dons" title="Ebook islam, shalat sempurna, cara shalat nabi, shalat berjamaah di masjid, shalat khusyu, web islam, jadwal waktu shalat, artikel islami, makna bacaan dan doa salat">Ebook islam,
sholat sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat
khusyu, web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan
dan doa solat

Senin, 27 September 2010

~ PERBEDAAN ‘BERAKAL’ & ‘TIDAK BERAKAL’ ~

~ PERBEDAAN ‘BERAKAL’ & ‘TIDAK BERAKAL’ ~

oleh Agus Mustofa pada 24 September 2010 jam 9:33


dons" title="Ebook islam, shalat sempurna, cara shalat nabi, shalat berjamaah di masjid, shalat khusyu, web islam, jadwal waktu shalat, artikel islami, makna bacaan dan doa salat">Ebook islam, sholat
sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu,
web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa
solat

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk memaksimalkan AKAL KECERDASAN. Karena, kata al Qur’an, orang yang tidak berakal TIDAK BISA mengambil PELAJARAN. Padahal hikmah-hikmah ILMU ALLAH bertebaran di sekeliling kita. Bukan hanya yang ada di dalam Al Qur’an sebagai ayat-ayat Qauliyah, melainkan di ALAM SEMESTA sebagai ayat-ayat Kauniyah.

Orang yang hanya belajar ayat-ayat Qauliyah di dalam al Qur’an saja, tanpa mencocokkan dengan ayat-ayat Kauniyah yang menjadi REALITAS di sekitarnya, dia baru dapat TEORI Agama. Belum PRAKTEK beragama.

Misal, dia tahu dan hafal ayat-ayat yang melarang kesombongan dan tinggi hati, tetapi karena baru menguasai teorinya, dia tidak bisa mempraktekkan dalam hidupnya. Tetap merasa dirinya pintar, tinggi hati, dan membanggakan-banggakan diri kepada semua orang yang diajaknya bicara. Tahu al Qur’an, bahkan paham dan hafal, tetapi tidak muncul dalam perilakunya. Yang demikian ini PERCUMA. Kenapa? Karena yang ditimbang di Hari Akhir nanti bukan TEORI BERAGAMA melainkan AMALANNYA.

Ketahuilah, Allah ’tidak suka’ kepada orang yang sombong dan tinggi hati, serta mengharamkannya masuk Surga. Pantasnya di neraka. Na’udzubillahi min dzalik.

QS. Luqman (31): 18
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan ANGKUH. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang SOMBONG lagi MEMBANGGAKAN DIRI.

QS. Al Mukmin (40): 76
(Dikatakan kepada mereka): "Masuklah kamu ke pintu-pintu NERAKA Jahannam, dan kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang SOMBONG".

Bisa jadi, seorang penghafal al Qur’an, Ahli tafsir al Qur’an, dan pengajar al Qur’an, masuk neraka karena ternyata TIMBANGAN amal perbuatannya RINGAN. Orang yang seperti ini dikecam oleh Allah dalam Firman-Firman-Nya seperti saya sampaikan dalam note sebelumnya, sebagai keledai yang hanya bisa membawa buku-buku tebal tanpa menjalankannya, QS. 62: 5. Dan ditanya: ’’kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?’’, QS. 61: 2.

Maka, tidak cukup hanya belajar al Qur’an. Karena al Qur’an itu baru teori. Yang harus dilakukan adalah MEMPRAKTEKKAN petunjuk dalam al Qur’an itu.

Al Qur’an mengajari jujur, maka belajarlah jujur kepada siapa saja, diri sendiri, dan Allah. Al Qur’an ngajari rendah hati, maka rendah hatilah kepada siapa saja. Al Qur’an mengajari melunakkan perkataan, maka lembah lembutlah kepada siapa saja. Allah mengajari menghormati perbedaan, maka hormatilah perbedaan itu, karena Allah menciptakan seluruh makhluknya berbeda-beda. Tidak ada yang sama!

Al Qur’an mengajari memahami ayat-ayat Kauniyah yang terhampar di alam semesta, maka belajarlah sains dan teknologi. Karena semua itu adalah ilmu-ilmu Allah. Ayat-ayat Allah yang dihamparkan agar kita semua MENGENAL Allah sebagai sang PENCIPTA yang luar biasa hebatnya.

Bagaimana Anda bisa memahami ayat-ayat Allah yang terkait dengan penciptaan langit dan bumi kalau Anda tidak belajar ilmu Astronomi? Sehingga bertengkar terus ketika menentukan datangnya bulan Ramadan/ syawal, misalnya.

Bagaimana Anda bisa memahami ayat-ayat Allah yang bercerita tentang gunung, laut, angin, sungai, atmosfer, dsb, kalau Anda tidak belajar ilmu Geologi, Geografi, Geofisika? Sehingga seringkali memunculkan bencana, karena kita tidak bisa memanejemeninya.

Bagaimana Anda bisa memahami ayat-ayat Allah tentang kesehatan, kalau Anda tidak belajar ilmu kedokteran? Sehingga banyak umat mengalami permasalahan kesehatan memprihatinkan, karena kita tidak menguasinya.

Bagaimana Anda bisa memahami ayat-ayat Allah tentang perilaku manusia, jika Anda tidak belajar tentang psikologi, sejarah, dan ilmu-ilmu sosial? Dst. Dsb. Dlsb.

Disinilah letak perbedaan antara orang-orang yang BERAKAL dan TIDAK BERAKAL. Orang-orang yang berakal akan terus menggunakan akal kecerdasannya untuk memahami ilmu-ilmu Allah dari mana pun datangnya, sedangkan orang yang tidak berakal hanya bisa mengatakan semua itu tidak ada gunanya. Sementara ia sendiri tidak bisa terlepas dari menggunakan produk-produk yang terkait dengannya.

Maka, Allah MENEGASKAN dalam berbagai firman-Nya: tidak akan bisa memahami ayat-ayat Allah yang BERTEBARAN di alam semesta ini, kecuali orang-orang yang menggunakan akalnya.

QS. Yusuf (12): 105
Dan banyak sekali AYAT-AYAT (Allah) di LANGIT dan di BUMI yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya.

QS. Ali Imran (3): 190
Sesungguhnya dalam PENCIPTAAN langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat AYAT-AYAT (Allah) bagi orang-orang yang BERAKAL,

QS. Ali Imran (3): 7
... Dan TIDAK BISA mengambil pelajaran KECUALI orang-orang yang BERAKAL.

~ salam ~
dons" title="Ebook islam, shalat sempurna, cara shalat nabi, shalat berjamaah di masjid, shalat khusyu, web islam, jadwal waktu shalat, artikel islami, makna bacaan dan doa salat">Ebook islam, sholat
sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu,
web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa
solat

~ Mencegat Lailatul Qadr di Tepi Laut Mediterania ~

EKSPEDISI SUNGAI NIL (29)


oleh Agus Mustofa pada 08 September 2010 jam 11:08



 


 
 ~ Mencegat Lailatul Qadr di Tepi Laut Mediterania ~


dons" title="Ebook islam, shalat sempurna, cara shalat nabi, shalat berjamaah di masjid, shalat khusyu, web islam, jadwal waktu shalat, artikel islami, makna bacaan dan doa salat">Ebook islam, sholat
sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu,
web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa
solat


Sharm El Sheikh adalah kota terakhir di Gurun Sinai yang kami kunjungi. Dari kota di tepi Laut Merah ini, kami melanjutkan perjalanan menyusuri pantai Teluk Suez yang mengarah ke terowongan penyeberangan kembali. Jaraknya sekitar 500 km. Memasuki benua Afrika, kami mengarah ke delta Sungai Nil, dan menyusurinya sampai ke muara di kota Alexandria.

Sebenarnya, di bagian delta ini sungai Nil terpecah menjadi beberapa cabang yang menuju ke muara. Salah satunya mengarah ke Alexandria. Sedangkan muara utamanya berada di kota Dumyat dan kota Rashid. Semuanya berujung di Laut Mediterania. Dengan keterbatasan waktu yang ada, kami hanya memilih salah satu saja, yakni kota yang paling besar dan paling banyak menyimpan sejarah: Alexandria. Inilah kota yang pernah menjadi ibukota Mesir selama 1000 tahun di zaman Yunani-Romawi.

Alasan lain kenapa kami memilih Alexandria sebagai terminal terakhir, karena kota ini memiliki kadar spiritual yang cukup tinggi bagi para pencari Kebenaran Tunggal. Diantaranya, disana ada masjid seorang guru sufi yang sangat terkenal, yaitu Abul Abbas al Mursyi. Masjid, yang kemudian menjadi makamnya, itu adalah kompleks makam 12 wali yang juga adalah murid-muridnya. Kawasan ini menjadi salah satu tujuan utama para wisatawan yang datang ke Alexandria.

Lebih jauh, di Alexandria juga terdapat makam ‘orang biasa’ yang namanya disebut-sebut di dalam al Qur’an. Dialah Luqman el Hakim. Orang bijak yang tidak disebut sebagai nabi itu, nasehat-nasehatnya menyentuh sanubari dan sangat mendalam secara spiritual. Bahkan, namanya lantas diabadikan sebagai nama surat ke 31 dalam al Qur’an: Surat Luqman. Sayang ketika kami menziarahinya, kompleksnya sedang direnovasi, dan tertutup untuk sementara waktu.

Kami ingin menghabiskan sisa hari Ekspedisi Spiritual ini disini. Berada di sebuah tempat bersejarah yang mengandung nilai-nilai spiritual bagi para pencari Tuhan. Tidak dengan berada di samping makam para pelaku sufisme itu, melainkan bertafakur di muara Sungai Nil yang menjadi saksi bisu atas berjalannya sejarah masa lalu dengan segala hikmahnya.

Ketika berada di masjid Abbas al Mursyi, saya sempat menyaksikan para pelaku tarekat melakukan ritual ibadah khasnya. Puluhan orang berkerumun dalam tarian sufisme. Sambil menari dan bertepuk, mereka melantunkan puji-pujian: ya hu ... ya hu ... ya hu ( wahai Dia ... wahai Dia ... wahai Dia), sambil menggelorakan Asmaaul Husna. Tak kurang dari 5 kelompok aliran tarekat yang siang itu berkumpul membentuk halaqah masing-masing di masjid tepi pantai itu.

Malamnya, di masjid yang berbeda, saya menyaksikan ribuan orang melakukan shalat tahajud. Pesertanya membludak, menimbulkan kemacetan lalu lintas di depan masjid Al Qaid Ibrahim, sampai menjelang waktu sahur. Mereka meningkatkan ibadah di sepuluh malam terakhir untuk menyambut datangnya puncak Ramadan: Lailat al Qadr.

Di beberapa masjid lainnya, saya juga melihat para pelaku i’tikaf yang terus menerus membaca kitab suci Al Qur’an sepanjang hari hingga malam. Sedangkan saya memilih cara saya sendiri untuk bertafakur menjelang berakhirnya Ramadan. Bulan Suci yang penuh hikmah, bagi siapa yang berniat mencarinya.

Saya merenung di teras kamar lantai empat, sebuah penginapan yang persis menghadap ke Laut Mediterania. Beratap langit yang bertabur bintang. Menghadap kegelapan laut yang luas dengan debur ombak yang sayup-sayup. Sesekali terdengar celoteh orang di jalanan, dan suara klakson mobil yang terjebak kemacetan di bawah sana. Sementara itu, di masjid-masjid terdengar suara pujian dan ayat-ayat Qur’an yang dilantunkan dalam shalat-shalat yang panjang.

Saya ingin merenungi Ramadan ini dalam realitas kehidupan, tanpa harus mengasingkan diri dan menyepi dari hiruk pikuk duniawi. Karena saya merasakan, Tuhan tidak hanya hadir di tempat-tempat sepi yang terasing. Tetapi, meliputi seluruh dinamika kehidupan makhluk-makhluk-Nya, dalam sepi maupun dinamika tiada henti.

Dia berada bersama dengan orang-orang yang sedang shalat sendiri maupun berjamaah. Dia juga sedang meliputi mereka yang berbuat maksiat, sendirian maupun bersama-sama. Dia kini sedang mendampingi orang-orang yang bersabar dalam menghadapi segala ujian hidupnya, sekaligus meliputi orang-orang yang ingkar dalam menghadapi kebenaran.

Ya, Allah adalah Zat yang sedang bersama seluruh makhluk-Nya dimana pun mereka berada. Langit luas yang bertabur milyaran bintang berada di dalam Kebesaran-Nya yang tiada terkira. Lautan lepas yang berselimut kegelapan dan kecipak ombak, sedang larut dalam Keperkasaan-Nya. Bahkan seluruh peristiwa di langit dan di bumi, tak ada yang terjadi tanpa kehadiran-Nya. Karena sungguh, alam semesta hanyalah sebutir debu yang ’tenggelam’ dalam Samudera Keagungan yang tiada berhingga.

’’Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi. Dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu.’’[QS. 4: 126]. ’’Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang yang kamu lihat (gaya gravitasi). Kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari serta bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang telah ditentukan. Allah mengatur segala urusan, menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan dengan Tuhanmu. [QS. 13: 2].

Malam-malam akhir Ramadan, bagaikan hari-hari dimana Nabi Musa diperintahkan Allah menyempurnakan puasa sebelum berbicara dengan-Nya. Dengan kemurnian puasanya itu beliau menerima wahyu di Gunung Sinai. Atau, hari-hari ini adalah bagaikan saat-saat akhir tahanuts Rasulullah SAW di gua Hira’, yang sesudah itu beliau menerima wahyu al Qur’an al Karim, cahaya penerang bagi manusia akhir zaman.

Turunnya hikmah ilmu kehidupan selalu seiring dengan proses penyucian diri yang sempurna. Ketika jiwa dan raga telah larut dalam proses penyerahan diri kepada Zat Yang Maha Suci, maka itulah saat lailatul Qadr turun kepada orang-orang yang berpuasa sempurna di bulan Ramadan. Hikmah itu dibawa oleh malaikat Jibril yang memang bertugas menyampaikan ilmu-ilmu Allah kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Berjuta malaikat mengiringi sang Jibril di akhir-akhir proses penyucian diri yang istiqomah.

Lailatul Qadr tak akan turun kepada orang-orang yang secara ’dadakan’ mencegat datangnya malam seperti mencegat datangnya keberuntungan sebuah undian. Karena sesungguhnya bukan ’malam’ itu yang menjadi subtansinya, melainkan pengetahuan mendalam yang disebut al Quran sebagai Al Hikmah. Betapa naifnya orang-orang yang ’mencegat’ datangnya ’sebuah malam’ di akhir Ramadan secara dadakan, karena malam hari di Indonesia, sebenarnya adalah sore hari di Timur Tengah, dan siang hari di Amerika.

’’Sesungguhnya Kami telah menurunkan Alqur'an pada saat Lailatul Qadr... Turun para malaikat dan Jibril di malam itu dengan izin Tuhannya, untuk mengatur segala urusan (yang penuh hikmah)... [QS.97: 1 &4]

Bersambung besok: //Lebaran di Kairo, Didaulat Khutbah Idul Fitri//

MENJELANG SAHUR: jalanan di tepi pantai kota Alexandria macet. Jamaah baru pulang dari shalat Tahajud di masji-masjid.
SORE HARI: melihat kota Alexandria dari lantai 4 penginapan.
MATAHARI TENGGELAM: tafakur di pantai Laut Mediterania.














dons" title="Ebook islam, shalat sempurna, cara shalat nabi, shalat berjamaah di masjid, shalat khusyu, web islam, jadwal waktu shalat, artikel islami, makna bacaan dan doa salat">Ebook islam, sholat
sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu,
web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa
solat


EKSPEDISI SUNGAI NIL (30)

oleh Agus Mustofa pada 09 September 2010 jam 11:18
~ Lebaran di Kairo, Didaulat Khutbah Idul Fitri ~

Alhamdulillahi rabbil alamin. Akhirnya selesailah ekspedisi spiritual Jawa Pos, Jelajah Sungai Nil. Dari tachometer mobil yang kami gunakan selama sebulan, kami tahu bahwa ekspedisi ini telah menyusuri jarak 4.798 km, saat sampai di Alexandria. Jarak itu kami tempuh sejak berangkat dari Kairo ke Abu Simbel, lantas menyusuri Nil menuju ke muara, dan melakukan pengembangan ke gurun Sinai. Maka, sesampai di Kairo nanti, perjalanan kami telah menempuh jarak lebih dari 5000 km.

Kami serasa baru keluar dari mimpi panjang berburu hikmah ke masa silam, sambil melakukan i’tikaf  Ramadan sepanjang bulan. Dan kini, kami bersiap menerapkan segala hikmah itu untuk menghadapi realitas kehidupan, setelah belajar dari berbagai peristiwa di sekitar, sebagaimana disindirkan Alquran. ’’Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka lewati, sayang mereka tidak menghiraukannya.’’ [QS. 12: 105]

Lega rasanya bisa menuntaskan tafakur panjang ini. Berpuluh hikmah kami dapatkan selama bulan suci yang memang penuh hikmah. Ramadan, benar-benar bulan membaca dan bertafakur bagi umat Islam. Meskipun, tidak sedikit yang menjadikan Ramadan justru sebagai bulan menurunnya produktivitas. Padahal, mestinya justru berlatih untuk meningkatkannya.

Ada sebuah pemahaman yang perlu dikaji kembali tentang latar belakang turunnya perintah berpuasa Ramadan. Kebanyakan kita berpendapat, bahwa perintah berpuasa Ramadan disebabkan oleh dua alasan. Yakni: supaya menjadi sehat, dan supaya menjadi lebih bertakwa. Saya rasa itu kurang tepat.

Karena sesungguhnya kalau kita lihat redaksinya, dua hal itu bukan ’penyebab’ turunnya perintah berpuasa, melainkan ’akibat’. Yakni: agar sehat – agar bertakwa. Kata ’agar’, tentu saja menunjukkan kedua hal itu sebagai ’akibat’ dari puasa. Barangsiapa berpuasa dengan baik, maka ’akibatnya’ adalah: memperoleh kualitas hidup yang lebih sehat, dan perilakunya lebih terkendali – bertakwa.

Penyebab puasa Ramadan ternyata dikaitkan oleh Allah dengan satu peristiwa penting yang terjadi di dalam bulan suci itu. Penjelasannya ada di dalam QS. 2: 185. ’’Bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia ... Karena itu, barangsiapa di antara kalian berada di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa di dalamnya...’’

Jadi, perintah berpuasa di bulan Ramadan, sebenarnya dikarenakan turunnya Alqur’an sebagai petunjuk kehidupan. Karena di dalam bulan itu turun Alquran, maka umat Islam diperintahkan untuk berpuasa. Untuk apa? Supaya umat Islam banyak mempelajari kitab penuh hikmah ini sambil mensucikan dirinya, dan kemudian memperoleh petunjuk. Sebab, kandungan Alquran memang hanya bisa dipahami dengan baik oleh orang-orang yang sedang berproses mensucikan diri. Diantaranya adalah para pelaku puasa, dalam arti sesungguhnya.

Maka, sungguh salah besar orang yang berpuasa tanpa mengkaji ayat-ayat Quran. Dan hanya bertahan untuk sekedar tidak makan dan tidak minum, atau mencegah dari hal-hal yang membatalkannya sampai matahari tenggelam. Bulan Ramadan adalah bulan produktif, yang disediakan oleh Allah untuk belajar dan berkarya. Yang dengan itu, diharapkan, kita bisa memperoleh hikmah dari ilmu-ilmu Allah yang dihamparkan di sekitar kita.

Hasilnya, keluar dari bulan Ramadan menjadi orang yang lebih bertakwa: terkendali dan bijaksana. Itulah, kenapa di akhir Ramadan Allah menurunkan Lailatul Qadr. Kaitannya menjadi sangat jelas. Perintah puasa disebabkan oleh turunnya Alquran, dan karena itu, orang-orang yang berpuasa dengan baik akan memperoleh hikmah Alquran di akhir puasanya. Yaitu, pada suatu malam yang mulia dan penuh hikmah.

’’Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang mendalam) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran.’’ [QS. 2: 269].

Kita bersyukur, Ramadan ini bisa belajar banyak dari berbagai peristiwa yang terekam di sepanjang sungai Nil. Sebuah drama panjang selama ribuan tahun, yang Allah abadikan dalam berbagai artefak-artefak sejarah yang sangat berharga. Juga di dalam kitab-kitab suci. Semua itu untuk menjadi pelajaran dan bahan kajian agar generasi kemudian menjadi lebih baik.

’’Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah, dan jauhilah yang selain Dia". Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang tidak mempercayai.’’ [QS. 16: 36]

’’Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.’’ [QS. 11: 49]

Akhirnya, saya mengucapkan rasa syukur yang mendalam kepada Allah, Sang Maha Berilmu, atas segala karunia dan rahmat-Nya. Mudah-mudahan Ramadan kali ini adalah Ramadan yang bertaburan hikmah yang bisa meningkatkan amal ibadah kita dalam mendekatkan diri kepada-Nya. Saya mengucapkan terima kasih kepada Jawa Pos yang telah memberikan ruang untuk Kajian Ramadan bagi umat yang haus hikmah ini. Dan juga kepada tim Ekspedisi Sungai Nil atas kerja kerasnya, dan ketulusannya menggali hikmah bersama. Saya tidak tahu, apakah Ramadan depan kita bisa bertemu lagi untuk belajar hikmah seperti ini. Allahu a’lam...

Besok, kami merayakan Idul Fitri bersama masyarakat Indonesia di Kairo. Ribuan orang Indonesia dijadwalkan beramah tamah di masjid As Salam, Hay el Ashir, atas undangan Kedutaan Besar Indonesia di Ibukota Mesir. Sebelum itu, masyarakat Indonesia dan Duta Besar RI beserta seluruh staf menggelar Shalat Id, dimana saya didaulat untuk menjadi Khatibnya.

Saya mohon maaf tidak sempat membuat naskah khutbah untuk diperbanyak bagi jamaah, karena seluruh tenaga dan perhatian tercurah kepada Ekspedisi Sungai Nil ini. Tetapi, mudah-mudahan Allah tetap memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat kepada kita semua. Keluar dari bulan Ramadan, semoga menjadi orang yang lebih bertakwa.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga Allah menerima semua amal ibadah kita selama Ramadan. Mengampuni dosa dan kesalahan kita. Dan selalu membimbing kita semua di dalam Ridha-Nya ... Amin ya rabbal alamin.

~ Salam ~

1 SYAWAL: Masjid Abul Abbas al Mursyi, Alexandria.
LAUT MEDITERANIA: mengakhiri ekspedisi di pantai Alexandria.
dons" title="Ebook islam, shalat sempurna, cara shalat nabi, shalat berjamaah di masjid, shalat khusyu, web islam, jadwal waktu shalat, artikel islami, makna bacaan dan doa salat">Ebook islam, sholat sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu, web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa solat