Selasa, 31 Januari 2012

~ KETIKA SAINS TAK MAMPU MENJAWAB YANG GAIB ~

<a href="http://instaforex.com/id/forex_bonus.php?x=BIHQ">InstaForex</a>

SEKULARISME vs KETAUHIDAN ILMU (3)
oleh Agus Mustofa

~ KETIKA SAINS TAK MAMPU MENJAWAB YANG GAIB ~



Kalau menjawab pertanyaan ‘KENAPA’ saja Sains tak mampu, apalagi menjawab hal-hal yang GAIB, seperti: Jiwa, Ruh, Kehendak, Alam Kematian, Alam Akhirat, Kiamat, Takdir, Malaikat, Jin, dan lain sebagainya. Paling-paling, jawaban yang keluar dari seorang pakar sains hanyalah: semua itu di luar wilayah sains. Atau, itu berada dalam wilayah ‘keimanan’… :)



Hanya sebatas itulah memang ‘kemampuan’ Sains. Karena ia dikembangkan berdasar kemampuan berpikir kulit otak yang bersifat sensorik, berdasar panca indera. Sehingga, sesuatu baru diakui sebagai evidence atau bukti ketika bisa dilihat, didengar, dibaui, dikecap, dan diraba. Secara langsung, maupun setelah ditransfer ke variable-variabel yang bisa diamati oleh panca indera.



Di luar itu, Sains sudah tidak mampu. Tetapi, itu memang ‘tidak salah’. Dan tidak bisa disalahkan. Karena para pakar Sains memang sudah ‘membatasi diri’ seperti itu. Sehingga, konsekuensinya, segala sesuatu yang di luar wilayah ‘terbukti’ itu lantas dinamai dengan: pseudo-science, paranormal, metafisika dan lain sebagainya. Pada tingkat ini, saya masih bisa ‘sependapat’ atau setidak-tidaknya mengapresiasi-lah.



Yang saya menjadi tidak sependapat itu adalah: ketika para pakar Sains berpendapat bahwa SEGALA SESUATU yang tidak bisa dijelaskan oleh Sains berarti TIDAK ADA. Alias bukan realitas. Inilah masalah utamanya, sehingga kenapa saya mengeluarkan ungkapan: ‘Sains bukan segala-galanya’. Karena, Sains memang tidak bisa menjelaskan segala-galanya. Dan, sama sekali tidak benar, HANYA Sains saja yang bisa menjelaskan realitas. Selebihnya tidak bisa. Inilah yang saya sebut sebagai’ kepongahan’ itu..! Bukan kepongahan sains memang, lebih tepatnya adalah kepongahan para pakar Sains yang berpendapat seperti itu.



Woow, terlalu banyak hal yang tidak bisa dijelaskan oleh Sains. Jangankan yang ‘gaib-gaib’, yang tidak gaib saja sedemikian banyaknya. Melanjutkan sedikit, tentang ketidakmampuan Sains menjawab pertanyaan ‘kenapa’ di note saya sebelumnya; situasinya akan menjadi sangat ‘menggelikan’ ketika Anda mengejar para pakar sains dengan pertanyaan KENAPA itu.



Ketika saya tanyakan: KENAPA ada laki-laki dan perempuan? Dijawabnya: karena ada kromosom XY dan XX. Tapi cobalah kejar lagi dengan pertanyaan: Lha, KENAPA ada kromosom XX dan XY? Mungkin dia akan menjawab: karena diatur oleh sejumlah gen yang ada di dalam kromosom. Kemudian, Anda bertanya lagi: Lha, KENAPA kok ada gen-gen yang bisa mengatur terjadinya jenis kelamin itu? Mungkin, dia akan menjawab: yaa, karena ada seleksi alam..!



Hheehe, terus KENAPA ada seleksi alam? Kira-kira jawabannya: Mmm.., ya karena alam ini memang punya hukum untuk menyeleksi..! Hhahaa, mulai mbulet kan..?! Tapi, Anda masih bisa terus bertanya dengan ‘KENAPA’. Lhaa iya, KENAPA kok alam punya kemampuan untuk menyeleksi? Trus dijawab lagi: Ya pokoknya begitulah…!! Nah, dialog seperti inilah yang akan menjadi ‘akhir’ dari diskusi antara Atheis dan Tasawuf Modern tentang sains.



Saya tentu tidak pernah menyalahkan sains sabagai ilmu. Lha wong saya juga penggemar sains. Saya cuma ingin menunjukkan bahwa Sains bukan segala-galanya. Apalagi, Sains bekerja secara trial & error. Dicoba, kalau ‘salah’ diluruskan, dan kalau ‘benar’ diteruskan. Sehingga adalah sebuah ‘kekeliruan besar’ kalau ada orang yang begitu mengagungkan Sains, sehingga mengira hanya dengan Sains-lah manusia bisa MEMAHAMI seluruh REALITAS. Hmm, dia sedang bermimpi di siang bolong. Atau, mungkin mimpi sambil berdiri, kayak foto di wall saya itu… :)



Kecuali, dia sudah mendefinisikan bahwa yang disebut ‘realitas’ itu HANYALAH yang dipahami oleh Sains. Selebihnya bukan realitas, karena tidak bisa dipahami oleh sains. Wah, kalau sampai muncul klaim demikian, ini sudah bukan kepongahan lagi, tapi sudah arogansi. Dan, menjungkir-balikkan makna realitas. Karena, Sains sendiri masih terus berkembang secara trial & error untuk memahami realitas yang belum diketahuinya.



Jadi, masalahnya sangat SEDERHANA. Sains itu cuma SECUIL ilmu yang ada dalam REALITAS. Alam semesta ini adalah SAMUDERA ILMU. Yang sudah terungkap barulah SETETES saja. Masih jauh lebih banyak yang belum diketahui daripada yang sudah. Ibarat ruang alam semesta: lebih banyak ruang GELAP-nya, daripada kerlipan CAHAYA bintang pengisinya. Itulah yang difirmankan Allah dalam ayat berikut ini.



QS. Luqman (31): 27

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena, dan lautan (menjadi tinta). Kemudian ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) sesudah (kering)-nya, niscaya TIDAK akan HABIS-HABIS-nya (dituliskan) kalimat (ilmu) Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.



QS. Ath Thalaaq (65): 12

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, AGAR kamu MENGETAHUI bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ILMU-Nya benar-benar MELIPUTI segala sesuatu.



Begitulah sahabat, kalau Anda men-challenge Sains dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar secara beruntun, maka diskusinya akan berujung pada ‘ketidak-tahuan’. Ya memang itulah hakikat sains. Ia berangkat dari ‘ketidaktahuan’ dan akan berakhir dengan ‘ketidaktahuan’. Karena itu, jangan menjadikan Sains sebagai alat untuk ‘MELIHAT’ Tuhan. Sehingga, kalau Tuhan tidak bisa ‘dilihat’ dengan Sains lantas berkesimpulan bahwa TUHAN itu TIDAK ADA. Hhehe.., lha wong ‘peralatannya’ yang keliru, kok menyalahkan Realitas-Nya. Terlalu naïf kawan..!



Manusia memiliki perangkat yang jauh lebih ‘keren’ selain Pikiran Sadar yang menjadi sumber Sains itu. Yakni, Alam Bawah Sadar. Islam menyebutnya sebagai Qalb & Fu-aad. Dan kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi HATI. Ada juga yang menyebutnya sebagai INTUISI. Ada lagi, INDERA KEENAM alias the sixth sense. Dan sebagainya. Ia memiliki kemampuan mengolah informasi ratusan ribu kali lipat lebih dahsyat dibandingkan Pikiran Sadar.



Islam mengajarkan PERPADUAN antara Pikiran Sadar dan Bawah Sadar itu secara simultan dengan panduan firman-firman Sang Pemilik Ilmu. Di dalam Al Qur’an disebut sebagai ‘tafakur’ dan ‘dzikir’. Atau, ada yang menyebut intetelektualitas dan hati. Jangan hanya digunakan salah satunya, karena bisa menjebak pada kesalahkaprahan. Orang yang hanya menggunakan ‘pikirannya’ akan terjebak kepada hal-hal yang materialistik saja. Sedangkan orang-orang yang hanya menggunakan ‘hatinya’ akan terjebak kepada ketidakpastian yang tak terkendali. Perpaduannya menghasilkan kesempurnaan yang disebut sebagai kualitas ULUL ALBAB. Tipikal orang seperti inilah yang kata Al Qur'an bakal bisa mengambil pelajaran dari Firman-Nya dengan sebaik-baiknya.



QS. Ali Imran (3): 7

… Dan TIDAK DAPAT mengambil PELAJARAN kecuali orang-orang yang menggunakan akal (ulul albab).



Maka, bagi agama Islam, pembelajaran SAINS adalah sebuah KENISCAYAAN. Sebagaimana niscayanya penggunaan HATI. Itulah yang tergambar dalam ratusan ayat-ayat Al Qur’an yang selalu menjadi landasan saya dalam menulis buku-buku Diskusi Tasawuf Modern. Sebuah pembelajaran dengan mekanisme Ulul Albab.



QS. Ali Imran (3): 190-191

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang hari terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ULUL ALBAB), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah (DZIKRULLAH) sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka TAFAKUR (berpikir secara ilmiah) tentang penciptaan langit dan bumi (sampai menyimpulkan): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.



Dengan perpaduan antara dzikir dan tafakur itulah umat Islam tidak TERBELENGGU ke dalam pemahaman PARSIAL dalam memahami REALITAS. Mulai dari yang bersifat materialistik, energial, maupun spiritual. Mulai dari alam dunia, alam barzakh, sampai alam akhirat. Atau, dari yang bersifat badaniyah, nafsiyah, sampai ruhiyah. Islam mengajarkan SAMUDERA ILMU kepada hamba-hamba-Nya yang ingin memahami realitas dalam arti yang sebenar-benarnya. Karena, semuanya itu memang ilmu-ilmu Allah, Dzat Maha Berilmu yang menguasai segala realitas jagat semesta. Inilah yang disebut sebagai BERTAUHID hanya kepada ALLAH itu... :)



QS. An Nisaa’ (4): 126

KEPUNYAAN Allah-lah apa yang di LANGIT dan apa yang di BUMI, dan adalah Allah Maha MELIPUTI segala sesuatu.



~ Salam Mentauhidkan Ilmu Pengetahuan ~

Senin, 30 Januari 2012

~ MEMPELAJARI SAINS ADALAH IBADAH ~

<a href="http://instaforex.com/id/forex_bonus.php?x=BIHQ">InstaForex</a>


SEKULARISME vs KETAUHIDAN ILMU (2)
oleh Agus Mustofa

~ MEMPELAJARI SAINS ADALAH IBADAH ~



BAGI umat Islam belajar sains adalah ibadah. Karena sains itu sendiri adalah perwujudan dari ilmu Allah di alam semesta, yang disebut sebagai ayat-ayat KAUNIYAH. Karena itu, wahyu yang pertama turun kepada Rasulullah SAW adalah perintah membaca – IQRA’. Dan wahyu keduanya adalah AL QALAM (Pena). Jadi, betapa eksplisitnya Allah memberikan perhatian kepada ilmu pengetahuan terkait dengan proses beragama Islam.



Itulah yang saya tuliskan dalam note sebelumnya sebagai MENTAUHIDKAN ilmu pengetahuan. Bahwa agama dan ilmu bukanlah sesuatu yang terpisah. Apalagi bertabrakan. Tidak ada seorang muslim pun yang sudah memahami agamanya dengan baik, menabrakkan agama dan sains. Menabrakkan agama dan sains itu adalah pekerjaan orang-orang sekuler, termasuk di dalamnya Atheis. Karena itu, notes ini saya beri tema: Sekularisme vs Ketauhidan. Yang satu memisahkan agama & sains, yang lainnya menjadikannya dalam satu tarikan nafas sebagai praktek keagamaannya.



Cikal bakal paham sekuler yang memisahkan agama dengan sains itu sebenarnya diawali di Eropa, dimana agama yang dominan waktu itu adalah Kristen dengan kekuasaan gereja yang hampir tidak ada batasnya. Pemberontakan terhadap kekuasaan gereja dengan segala hegemoninya itulah yang memunculkan ilmuwan-ilmuwan sekuler penentang ajaran Kristen. Termasuk pemberontakan mereka terhadap ajaran agama yang dianggapnya tidak ‘ilmiah’. Karena bertentangan dengan sains. Sehingga memunculkan tragedi Galileo, misalnya.



Hal semacam ini tidak terjadi di dalam sejarah Islam. Agama Islam tidak pernah memisahkan agama dari ilmu pengetahuan. Apalagi membunuhi ilmuwan. Alih-alih menghukumnya, para khalifah malah mendukung perkembangannya. Sehingga bermunculanlah tokoh-tokoh ilmu pengetahuan kelas dunia di zaman keemasan Islam, dengan fasilitas-fasilitas penelitian yang sangat maju di masanya.



Diantaranya yang sering kita dengar adalah Al-Fazari, Astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Farghani alias Al-Faragnus, penulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis.



Di bidang kedokteran kita kenal nama Ar-Razi dan Ibnu Sina. Ar-Razi adalah penemu penyakit cacar dan penyusun buku kedokteran anak pertama kalinya. Sedangkan Ibnu Sina adalah seorang filosof penemu sistem peredaran darah pada manusia. Salah satu karyanya, al-Qonun fi al-Thibb merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.



Di bidang optikal, Abu Ali al-Hasan ibn al-Haitsami alias Alhazen adalah fisikawan yang berpendapat untuk pertama kalinya bahwa bukan mata yang mengirim cahaya ke benda, melainkan bendalah yang mengirim cahaya ke mata.



Dalam ilmu kimia, Jabir ibn Hayyan adalah tokoh terkenalnya. Sedangkan di bidang matematika dikenal nama Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah pencipta ilmu Aljabar. Kata Aljabar berasal dari judul bukunya, al-Kitab al-Mukhtashor fi Hisab al-Jabr wa al-Muqobalah



Dalam ilmu sejarah terkenal nama al-Mas'udi. Dia juga ahli Geografi yang mengarang buku Muuruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir. Sementara itu, di bidang filsafat ada tokoh-tokoh terkenal seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibn Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Sedangkan Ibn Sina mengarang asy-Syifa'. Ibn Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak mempengaruhi pola pikir Barat sehingga di sana ada aliran Averroisme. Dan lain-lainya. Dan seterusnya.



Maka, menjadi ‘tidak nyambung’ memang, jika ada bantahan yang mempertentangkan antara ‘agama’ dengan sains dialamatkan kepada umat Islam. Itu sama saja dengan mempertentangkan antara pohon dengan batang, atau cabang, atau ranting-ranting. Lha ya nggak klop-lah… :(



Bagi umat Islam mempelajari ilmu pengetahuan adalah ibadah. Dan bernilai pahala. Karena, sains tak lebih hanyalah ALAT untuk memahami ilmu-ilmu Allah yang dihamparkan di alam semesta. Ratusan ayat ilmu pengetahuan yang bertaburan di dalam Al Qur’an, dan mendorong umat Islam agar melakukan pembuktian-pembuktian secara saintifik. Misalnya, ayat populer berikut ini.



QS. Al Ghaasiyah (88): 17-20

Maka apakah mereka tidak MENGOBSERVASI unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?



QS. An Nahl (16): 79

Tidakkah mereka MENGOBSERVASI burung-burung yang dimudahkan TERBANG di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (pelajaran) bagi orang-orang yang beriman.



QS. Asy Syu’araa (26): 7

Dan apakah mereka tidak MENGOBSERVASI bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?



QS. Al Qashash (28): 72

Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak MENGOBSERVASINYA?"



QS. Luqman (31): 31

Tidakkah kamu MENGOBSERVASI bahwa sesungguhnya KAPAL itu BERLAYAR di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (ilmu)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (pelajaran) bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.



QS. As Sajdah (32): 27

Dan apakah mereka tidak MENGOBSERVASI, bahwasanya Kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanam-tanaman yang daripadanya (dapat) makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan?



QS. Yaa Siin (36): 77

Dan apakah manusia tidak MENGOBSERVASI bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!



QS. Az Zumar (39): 21

Apakah kamu tidak MENGOBSERVASI, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan AIR dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.



QS. Al Mukmin (40): 21

Dan apakah mereka tidak mengadakan PERJALANAN di muka bumi, lalu memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka. Mereka itu lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas SEJARAH mereka di muka bumi, maka Allah mengazab mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan mereka tidak mempunyai seorang pelindung pun dari azab Allah.



QS. Muhammad (47): 24

Maka apakah mereka tidak MENGOBSERVASI Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci?



QS. Adz Dzaariyat (51): 21

dan (juga) pada DIRIMU sendiri. Maka apakah kamu tidak MENGOBSERVASINYA?



QS. Al Mulk (67): 19

Dan apakah mereka tidak MENGOBSERVASI burung-burung yang MENGEMBANGKAN dan mengatupkan SAYAP-nya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu.



QS. Abasa (80): 24

maka hendaklah manusia itu memperhatikan MAKANAN-nya.



QS. Ath Taariq (86): 5

Maka hendaklah manusia memperhatikan DARI APA dia diciptakan?



Dan sebagainya, dan seterusnya. Demikian banyak ayat-ayat motivasi untuk melakukan penelitian dan pembelajaran ilmu pengetahuan. Kualitas keislaman seseorang dan penghambaannya kepada Allah sangat terkait dengan ilmu pengetahuannya. Sehingga Allah menyebut ‘HANYA’ para ILMUWAN-lah yang benar-benar ‘takut’ kepada Allah. Yang bukan ilmuwan (ulama), takutnya hanya sekedar pura-pura takut, atau ditakut-takutkan, atau dipaksa takut.



QS. Faathir (35): 27-28

Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada yang hitam pekat.



Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya dan jenisnya. Sesungguhnya yang TAKUT kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, HANYA-lah para ULAMA (ilmuwan). Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.



Maka, ringkas kata, dalam Islam tidak ada pemisahan alias sekulerisme antara agama dan sains. Pembelajaran ilmu pengetahuan justru digunakan untuk menyempurnakan proses berserah diri kepada Allah sebagai puncak kualitas seorang muslim. Bahwa, kemudian ada yang menuduh Islam sebagai agama dogmatis dan doktrinal yang berlawanan dengan sains, yaah itu hak orang untuk bicara apa saja. Umat Islam lebih baik menanggapinya dengan berbesar hati. Kebenaran adalah milik Allah, dan kelak akan Dia buktikan sendiri kepada seluruh manusia. Umat Islam diajari untuk rendah hati, dan memaafkan ‘ketidak-tahuan’ mereka dengan cara-cara yang baik… :)



QS. Al Hijr (15): 85-86

Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya (kebenaran) hari kiamat itu pasti akan datang, maka MAAFKANLAH (mereka) dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah Yang Maha Pencipta lagi Maha MENGETAHUI.



~ Salam Mentauhidkan Ilmu Pengetahuan ~

Sabtu, 28 Januari 2012

SEKULARISME vs KETAUHIDAN ILMU (1)

<a href="http://instaforex.com/id/forex_bonus.php?x=BIHQ">InstaForex</a>


SEKULARISME vs KETAUHIDAN ILMU (1)
oleh Agus Mustofa

~ KETIKA SAINS TAK PERNAH BISA MENJAWAB: ‘KENAPA’~



Kenapa ada alam semesta? Ya, pokoknya sudah ada ‘begini’ dengan sendirinya. Kenapa Ada pria dan wanita? Ya, pokoknya alam semesta ‘ingin’ mengadakan laki-laki dan perempuan. Kenapa ada manusia di muka bumi? Ya, pokoknya ‘ada’ karena seleksi alam. Kenapa planet bumi ini demikian ideal untuk memunculkan kehidupan, sementara di planet lain tidak diketemukan sampai sekarang? Ya, pokoknya bumi ini ‘cocok’ dan memenuhi syarat-syarat munculnya makhluk hidup..!



Hhhh.., barangkali ribuan pertanyaan ‘kenapa’ lagi yang akan dijawab ‘pokoknya’ oleh ilmu pengetahuan. Anda masih bisa menambah daftar pertanyaan itu sekreatif Anda. Misalnya, kenapa makhluk hidup kok bernafas pakai oksigen, kok nggak Nitrogen saja? Bukankah jumlah nitrogen di planet ini jauh lebih banyak dibandingkan oksigen? Kenapa kita hidup? Kenapa kita mesti mati? Kenapa kita punya kepala, mata telinga, hidung, lidah, jantung, paru-paru, dan sebutlah apa saja..! Sains tidak akan pernah bisa menjawabnya dengan tuntas. Ia akan berputar-putar semakin membingungkan… :(



Sejarah sains sudah membuktikan semua itu. Ia tidak pernah bisa menjawab misteri realitas ini dengan tuntas. Dan selalu berujung pada ‘ketidaktahuan’. Belajar makrokosmos lewat ilmu Astronomi, Kosmologi, Astrofosika, Astrobiologi misalnya, Anda akan DITANTANG oleh ketidak tahuan yang Maha Dashyat.



Dari segi ukuran alam semesta saja, manusia sudah demikian naifnya. Sebutir debu yang SOMBONG dan MENGGELIKAN, yang bermimpi menaklukkan alam semesta yang diameternya puluhan miliar tahun cahaya. Dan tidak diketahui tepinya sampai saat ini. Kecuali cuma mengira-ngira dari kejauhan. Data-data valid yang disombongkan oleh Sains bakal ‘ketemu batunya’ di alam semesta. Karena, usia manusia tidak cukup untuk mengarungi dan mengambil sampelnya.



Jangankan usia manusia, usia seluruh peradaban manusia pun tidak cukup untuk memahami alam semesta ini. Usia peradaban manusia cuma berorde ‘ribuan’ tahun. Ruang alam semesta butuh eksplorasi selama miliaran tahun. Hanya manusia yang tak tahu diri yang bisa menyombongkan SAINS sebagai segala-galanya.



Tanyakanlah kepada jagoan sains mana pun: dimanakah tepi alam semesta ini? Bentuknya seperti apa? Ukurannya seberapa? Dimensinya berapa? Dari mana asalnya, dan kelak akan kemana? Maka jawabannya tak akan pernah tuntas. Kenapa? Karena, sang ilmuwan itu tak punya kemampuan untuk mengarungi ruang dan waktu, MENYAKSIKAN sendiri evidences yang diharapkan. Sains telah berada di ‘ambang batas’ kedigdayaannya, dimana di balik itu ia sudah tidak mampu ‘berkata-kata’ lagi. Kecuali ‘menunggu’, ‘menduga’, ‘mengira’, ‘berharap’ ‘berspekulasi’, dan semacamnya, yang mengingkari kepongahan sains sendiri, bahwa segala sesuatu harus berdasar evidences… ;)



Bukan hanya soal RUANG maha raksasa yang mewadahi alam semesta, melainkan juga soal WAKTU yang memenjarakan segala realitas ini bergerak menuju kehancurannya. Karena 'gerakan waktu' yang tak bisa dikendalikan oleh saintis manapun itulah, alam semesta bakal menuju kehancurannya. Semakin lama semakin tua, dan kemudian mati. Lagi-lagi ilmuwan yang ‘hebat-hebat’ itu tak mampu berkata apa-apa tentang kemisteriusan dimensi waktu. Kenapa? Ya, karena dimensi waktu ini terikat ke dimensi ruang, dimana ruangnya tak ketahuan batasnya. Jadi, bagaimana mungkin para ilmuwan itu bisa tahu ‘dulu’ dan ‘nanti’, kalau ia pun tidak pernah tahu ‘disana’ dan ‘disitu’.



Bukan hanya di skala makrosmos yang ‘nggegirisi’, di skala mikrokosmos pun tak kalah ‘mengerikan’. Materi yang dulu diduga tersusun dari atom sebagai benda terkecil itu, kini semakin menunjukkan ‘sifat aslinya’ yang membingungkan. Ternyata ia tersusun dari partikel-partikel yang lebih kecil, lebih kecil, dan lebih kecil lagi.



Yang di level elektron saja sudah memunculkan dualitas antara materi dan energi (gelombang). Dan di skala lebih kecil lagi memunculkan ‘teori ketidakpastian’, sehingga ilmuwan tidak pernah bisa menentukan lokasi sebuah partikel bersamaan dengan kecepatannya. Kecuali hanya ‘menebak-nebak’ secara statistik belaka. Lagi-lagi sains terbentur pada tembok ‘kepongahannya’ sendiri dalam hal evidence.



Belum lagi masalah kehidupan yang penuh dengan misteri. Tanyakanlah kepada jagoan biologi mana pun, kenapa sebutir telur ayam bisa menetas dan memunculkan kehidupan setelah dierami. Darimanakah munculnya kehidupan itu? Tolong kasih ‘bukti’ darimana sumber kehidupannya? Dan kenapa telur lainnya dari induk yang sama kok tidak menetas dan memunculkan kehidupan? Apakah alam ini hidup, sehingga bisa ‘menularkan’ kehidupannya kepada seonggok protein dan lemak yang ada di dalam cangkang telur itu? Padahal, konon kabarnya, para pengingkar Tuhan ‘tidak percaya’ kalau alam semesta ini adalah ‘organisme hidup’.



Dan seterusnya, dan lain sebagainya. Demikian banyak ‘bukti-bukti empiris’ yang justru menegaskan bahwa sains bukan segala-galanya. Tetapi, jangan lantas Anda menuding saya sebagai anti sains. Oh, malah sebaliknya, saya gandrung sekali. Dan juga, jangan lantas mengatakan Sains itu tidak berguna. Ouh, sebaliknya, sangat-sangat berguna. Karena telah terbukti banyak membantu manusia dalam mengatasi berbagai masalah hidupnya untuk menjadi lebih baik. Tapi, sekali lagi, bukan segala-galanya.



Maka, kegagalan sains bakal membawanya ke dua pilihan. Yang pertama, membiarkannya dalam kemisteriusan, sambil mengatakan: itu sudah DI LUAR kemampuan SAINS. Sehingga muncullah istilah-istilah pseudo-science – karena sains sudah tak mampu menjangkaunya dengan bukti-bukti. Atau, istilah paranormal, karena dianggap sudah keluar dari kelaziman. Atau metafisika, karena sudah tak mampu dijelaskan lagi oleh Fisika, dan lain sebagainya.



Pilihan yang kedua, kegagalan sains akan mendorongnya berlindung ke ranah filosofis, yang dari ‘rahimnya’ sains dilahirkan. Disinilah mereka ‘melarikan diri’ dari ketidak berdayaannya mengungkap realitas yang semakin misterius. Karena, setiap penemuan saintifik selalu memunculkan misteri baru yang lebih rumit. Tapi, cermatilah sejarah filsafat. Para filsuf sejak zaman dahulu kala sampai sekarang pun berputar-putar kebingungan, tak menemukan jawabannya. Kecuali mengakhirinya dengan ‘dugaan’, ‘perkiraan’, ‘harapan’, dan ‘spekulasi’ tanpa bukti.



Disinilah peran agama memberikan kepastian. Perhatikanlah ayat-ayat Qur’an yang memiliki kekuatan ‘klaim’ yang sangat besar. Bukan dogma, apalagi doktrin. Al Qur’an tidak pernah memaksa-maksa siapa pun untuk beriman. Kalau ada yang berpendapat bahwa Islam melakukan paksaan kepada umat dalam menjalani agamanya, pasti orang itu BELUM KENAL Islam. Dia mengira Islam seperti agama-agama lain yang dikenalnya. Yang disampaikan lewat dogma dan doktrin.



QS. Al Baqarah (2): 256

TIDAK ada PAKSAAN dalam beragama (Islam); sesungguhnya TELAH JELAS jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut (tuhan selain Allah) dan BERIMAN kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.



QS. Yunus (10): 99-100

Dan JIKA Tuhanmu MENGHENDAKI, pastilah BERIMAN semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) MEMAKSA manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?



Kurang eksplisit bagaimanakah firman Allah ini? Bahwa, TIDAK ADA paksaan dalam Islam. Tidak ada dogma dan doktrin. Yang ada ialah tabayun alias KLARIFIKASI atas firman-firman Allah. Karena, sebagaimana ayat di atas, SUDAH JELAS antara kebaikan dan keburukan, antara kebenaran dan kejahatan, antara yang bermanfaat dan yang membawa mudharat. Umat Islam diperintahkan untuk menggunakan AKAL dalam beragama.



Tetapi, bahwa Al Qur’an melakuan ‘klaim-klaim’ yang sangat provokatif itu memang benar adanya. Agar umat manusia MENOLEH. Apalagi, yang hatinya sudah KERAS seperti batu. Mulai dari klaim kebenaran kitab sucinya, kebenaran Nabinya, sampai kebenaran Tuhannya. Bukan memaksa, tetapi memancing manusia untuk memikirkannya. Berikut ini adalah sebagian kecil tantangan al Qur’an kepada manusia.



QS. An Nisaa’ (4): 82

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat PERTENTANGAN yang banyak di dalamnya.



QS. Al Baqarah (2): 23

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), BUATLAH satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.



QS. Yunus (10): 37

TIDAK MUNGKIN Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; (kitab ini) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, TIDAK ada KERAGUAN di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.



QS. Al A’raaf (7): 158

Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah UTUSAN Allah kepadamu semua, yaitu ALLAH yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; TIDAK ADA Tuhan SELAIN Dia, Yang MENGHIDUPKAN dan MEMATIKAN, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".



Dan sebagainya, Al Qur’an berisi ‘klaim-klaim’ yang membelalakkan mata. Tetapi bukan untuk memaksa, melainkan ‘menantang’ untuk dibuktikan. Bagaimana cara membuktikannya? Tentu saja dengan ilmu-ilmu yang berkembang seiring peradaban manusia. Yaa ilmu sejarah, ilmu bahasa, ilmu biologi, fisika, astronomi, matematika, kimia, kedokteran, biomolekuler, dan ilmu apa saja yang bisa digunakan untuk ‘membuktikan’ kebenaran Al Qur’an.



Bukan ‘rebutan mengklaim’ sains, seperti yang dituduhkan. Karena perintah untuk berilmu pengetahuan itu adalah sebuah KENISCAYAAN di dalam agama Islam. Dan pelakunya tidak harus orang Islam. Di zaman keemasan Islam para pelaku kelilmuan itu adalah orang-orang Islam. Tetapi, di zaman sesudahnya memang SDM Islam mengalami kemunduran yang sangat memprihatinkan. Tetapi, itu tidak serta merta menjadikan AGAMA Islam lantas ‘merebut-rebut’ sains… :(



Tentu ini sudut pandang yang sangat keliru. Karena puluhan bahkan ratusan ayat di dalam Al Qur’an justru mendorong umat Islam untuk menguasai sains. Sebagaimana sudah saya tulis dalam puluhan buku yang saya terbitkan. Untuk apa? Bukan untuk ‘berpongah-pongah’ dengan sains yang serba terbatas itu. Melainkan untuk membuktikan dan menyadari ‘betapa kecil’ dan ‘ringkihnya’ manusia, dan betapa Maha Hebatnya Allah Sang Penguasa Jagat Semesta dengan segala Ilmu-Nya. Islam mengajari umatnya untuk ‘mentauhidkan’ ilmu pengetahuan agar mengenal dan tunduk pada Keagungan-Nya…!



QS. Ath Thalaaq (65): 12

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, AGAR kamu MENGETAHUI bahwasanya Allah MAHA BERKUASA atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ILMU-Nya benar-benar MELIPUTI segala sesuatu.



~ Salam Mentauhidkan Ilmu Pengetahuan ~

Jumat, 27 Januari 2012

KETIKA RUH BERTEMU DENGAN ‘KUALITAS RUH’

<a href="http://instaforex.com/id/forex_bonus.php?x=BIHQ">InstaForex</a>


‘MENGINTIP’ EKSISTENSI RUH (6-habis)
oleh Agus Mustofa

~ KETIKA RUH BERTEMU DENGAN ‘KUALITAS RUH’ ~



ADA tiga belas kali Al Qur’an menyebut tentang ‘Ruh’. Yang 7 kali untuk menceritakan Ruh pada manusia. Yang 3 kali menggambarkan Ruh terkait dengan malaikat. Satu kali untuk menyebut Al Qur’an sebagai Ar ruh. Dan yang dua kali menggunakan istilah Ruh dengan makna ‘Rahmat’.



Yang bercerita tentang ruh manusia itu terdapat pada ayat-ayat berikut ini: /QS.15: 29/ QS. 21: 91/ QS. 4: 171/ QS. 17: 85/ QS. 32: 9/ QS. 38: 72/ QS. 66: 12/. Sedangkan yang terkait dengan malaikat adalah ayat-ayat QS. 78: 38/ QS. 19: 17/ dan /QS. 16: 102/. Yang terkait dengan Al Qur’an: /QS. 42: 52/. Dan yang bermakna ‘rahmat Allah’ diulang dua kali dalam di QS. /12: 87/.



Maka, secara umum kita bisa memperoleh kesimpulan yang cukup menarik dari ayat-ayat tersebut di atas, dengan ringkasan sebagai berikut.



1. Allah tidak pernah menggunakan kata ‘menciptakan’ Ruh. Melainkan langsung menggunakan kata ganti kepemilikan terhadap Ruh: Ruuhii (Ruh-Ku), Ruuhina (Ruh-Kami), dan Ruuhihi (Ruh-Nya), yang kemudian ditiupkan kepada manusia, sehingga terimbas oleh Sifat-Sifat-Nya.



2. ‘Firman’ Allah ternyata disebut dengan istilah Ar Ruh juga. Sayangnya di Al Qur’an keluaran Depag diterjemahkan sebagai ‘wahyu’, sehingga kalimatnya menjadi: ‘…mewahyukan wahyu..’ Padahal aslinya adalah: ‘…auhayna ilaika ruuhan…’ yang mestinya diterjemahkan: ‘… Kami wahyukan kepadamu Ruh (al Qur’an)…’



QS. Asy Syuura (42): 52

Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ‘wahyu’ (ruuhan) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk (manusia) ke jalan yang lurus.



3. Sebutan Ar Ruh juga disematkan kepada malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu berupa Firman Allah (Al Qur’an) yang juga disebut Ar Ruh itu. Sehingga terjadi korelasi yang sangat menarik antara Allah Sang ‘Pemilik Ruh’ yang mewahyukan Ar Ruh (firman-Nya), lewat malaikat Jibril yang juga disebut Ruh al Quds.



QS. An Nahl (16): 102

Katakanlah: "Ruh al Quds menurunkan Al Qur'an itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".



4. Dan lebih menarik lagi, bahwa di dalam diri manusia ada ‘Ar Ruh’ juga. Yakni, Ruh-Nya yang telah dihembuskan ke dalam diri kita sebagai potensi dasar kehidupan, yang membawa Sifat-sfat Ketuhanan. Ruh dalam skala kemanusiaan inilah yang menjadi standar kesucian jiwa manusia. Siapa saja yang bisa mensucikan jiwanya, maka ia telah memproses jiwanya menuju kualitas Ruhiyah. Dan siapa saja mengotori jiwanya dengan dosa-dosa, maka ia sedang menggiring jiwanya ke kualitas badaniyah.



QS. Asy Syams (91): 9-10

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya (ke arah kualitas ruhiyah), dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (ke arah kualitas badaniyah).



5. Jadi turunnya wahyu Allah yang berkualitas Ruh (Al Qur’an) itu hanya bisa dibawa oleh Ruh (Jibril), kepada orang-orang yang mensucikan jiwanya menuju kualitas Ruh. Disinilah terjadi kondisi matching antara wahyu – malaikat – manusia suci. Ini juga menjadi penegas, bahwa wahyu Allah yang suci hanya akan turun kepada orang-orang yang mensucikan dirinya saja. Misalnya, para Nabi. Atau, Siti Maryam saat mensucikan dirinya sehingga didatangi oleh malaikat Jibril dan menyampaikan kalimat-Nya. Dan dilanjutkan dengan masuknya Ar Ruh ke dalam rahim Siti Maryam.



QS. At Tahrim (66): 12

Dan Maryam puteri Imran yang memelihara kesuciannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari Ruh Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat.



QS. An Nisaa’ (4): 171

Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, `Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan Ruh-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara



6. Yang juga sangat menarik, istilah Ruh digunakan pula untuk menggambarkan rahmat Allah. Salah satu sifat Allah yang paling banyak disebut di dalam Al Qur’an, dan kemudian terurai menjadi sifat Rahman dan Rahim, alias Kasih dan Sayang.



QS. Yusuf (12): 87

Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah (ruuhillah). Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah (ruuhillah), melainkan kaum yang ingkar.



7. Maka, kita bisa merangkum seluruh pemahaman terhadap Ruh itu secara holistik. Bahwa, orang-orang yang ingin bertemu Allah Sang Pemilik Ruh, sebenarnya telah diberi jalan lewat jalur ‘Ar Ruh’. Yakni, Firman-firman-Nya di dalam Al Qur’an Al Karim. Caranya, adalah dengan mensucikan Jiwa kita menuju kualitas Ruh yang sudah ada di dalam diri kita terlebih dahulu.



Sucikanlah jiwa dari segala perbuatan dosa, sambil membaca dan memahami Al Qur’an untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka Allah akan mendatangkan malaikat Ruh al Quds untuk menyampaikan hikmah-hikmah yang terkandung di dalam Firman-firman-Nya, dihunjamkan ke dalam jiwa kita. Inilah yang terjadi pada sebuah malam yang mulia di Bulan Ramadan, yakni Lailatul Qadr, sebagai simbol proses pensucian diri manusia ‘mendekati’ kualitas Ruhnya.



Di bulan turunnya al Qur’an itu, orang-orang yang beriman diperintakan untuk berpuasa agar mengalami proses pensucian diri selama sebulan penuh. Sepanjang bulan kita dianjurkan untuk membaca dan menelaah Al Qur’an. Dan khusus di akhir-akhir Ramadan diintensifkan dengan i’tikaf. Maka, di akhir Ramadan Allah akan menurunkan para malaikat yang mengiringi Ar Ruh (Jibril) untuk membawa isi kandungan Ar Ruh (Al Qur’an), kepada jiwa-jiwa suci yang telah mendekati kualitas Ruh di dalam dirinya sendiri. Sehingga bertemulah Sang Ruh dengan jiwa manusia yang telah 'mendekati' kualitas Ruh-Nya, dalam skala kemanusiaan. Itulah saat-saat ruh kemanusiaan kita memendarkan Sifat-sifat Ruh Sejati yang penuh kemuliaan..!



QS. Al Qadr (97): 1-7

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ar Ruh dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.



~ Salam Mengintip Eksistensi Ruh ~


<a href="http://instaforex.com/id/forex_bonus.php?x=BIHQ">InstaForex</a>

Kamis, 26 Januari 2012

~ BERKOMUNIKASI LEWAT ALAM BAWAH SADAR ~

<a href="http://instaforex.com/id/forex_bonus.php?x=BIHQ">InstaForex</a>


‘MENGINTIP’ EKSISTENSI RUH (5)
oleh Agus Mustofa

~ BERKOMUNIKASI LEWAT ALAM BAWAH SADAR ~



PERNAHKAH Anda ‘berbicara’ dengan teman Anda lewat alam bawah sadar? Atau lebih tepatnya, 'berkomunikasi' secara bawah sadar. Sebuah komunikasi tanpa kata, tetapi ‘lawan bicara’ Anda mengerti apa yang Anda maksudkan. Saya kira hampir semua kita pernah.



Ada yang berkomunikasi lewat pandangan mata. Ada yang berkomunikasi lewat bahasa tubuh. Bahkan ada yang berkomunikasi tanpa melihat mata ataupun bahasa tubuh, melainkan lewat ‘perasaan’ saja. Saat hal itu terjadi, Anda tidak sedang berkomunikasi menggunakan pikiran sadar yang bertumpu pada logika dan rasionalitas, melainkan dengan pikiran bawah sadar yang mengandalkan ‘perasaan’.



Ada dua orang sahabat karib yang saling memandang, tiba-tiba tertawa terpingkal-pingkal. Menurut Anda, dia menggunakan bahasa logika ataukah bahasa perasaan? Atau, ada seorang kawan dekat bercerita pengalamannya yang menarik, tetapi sebelum selesai menyampaikan, Anda sudah memotongnya, ’’Cukup, cukup, bwahhaha…, Aku sudah mengerti maksudmu..!’’ Menurut Anda itu mekanisme sadar atau bawah sadar?



Saya sendiri sering menyanyikan suatu lagu yang sama dengan yang dinyanyikan isteri, tanpa sengaja. Dalam sebuah perjalanan mengendarai mobil, tiba-tiba saya menyanyikan sebuah lagu favourite saya. Uniknya, dalam waktu sama istri saya juga menyanyikan lagu itu, pada bait yang sama, dengan nada dasar yang sama, bersamaan pula. Menurut Anda itu, mekanisme sadar ataukah bawah sadar?



Kasus begini sangat banyak terjadi di sekitar kita. Bisa antara kawan dekat, antara suami isteri, antara ibu dan anak, antara sepasang kekasih, antara saudara, dan orang-orang yang memiliki kedekatan psikologis. Kenapa ini bisa terjadi? Inilah yang disebut ‘resonansi energial’ itu. Tidak lewat panca indera, lantas ke otak. Melainkan lewat lorong energi antara Jantung-Otak, dan langsung ditangkap sistem limbik di otak tengah.



Cara kerjanya jauh lebih cepat dibandingkan dengan kerja pikiran sadar. Jika Anda menggunakan pikiran sadar, maka mekanismenya menjadi begini: sebuah ‘cerita lucu’ didengar oleh telinga, kemudian diubah menjadi gelombang listrik oleh gendang telinga dan perangkat telinga bagian dalam, lantas diteruskan ke pusat pendengaran di otak. Sinyal listrik di pusat pendengaran itu kemudian disebarkan ke seluruh bagian otak untuk dibandingkan dengan memori tentang ‘kelucuan’. Jika sinyal itu cocok dengan memori lucu yang tersimpan di otak, maka otak memperoleh persepsi ‘lucu’. Dan lantas memerintahkan organ-organ dan kelenjar yang terkait dengan tertawa. Mungkin sambil mengeluarkan air mata, ‘ginjal-ginjal’ alias jingkrak-jingkrak, dan lain sebagainya, dan seterusnya.



Wah, ‘lambat’ sekali..! Apalagi, kalau lantas didahului proses berpikir secara logis-rasional: ‘’ini lucu apa nggak ya secara rasional..?! Atau: ‘’masuk akal nggak ya kalau cerita ini disebut lucu..?! Dan logis nggak ya, kalau aku tertawa..??!’’ Waduuhh, tambah semakin lambat aja, hhehe..!



Meskipun, itu hanya terjadi dalam orde detik. Tetapi, itu jauh kalah cepat dibandingkan dengan proses bawah sadar yang menggunakan perasaan. Perbandingannya sekitar 200 ribu kali lipat. Pikiran sadar hanya bisa mengolah data maksimum sekitar 10 bit secara bersamaan. Sedangkan alam bawah sadar bisa mengelola data sampai 2 juta bit secara bersamaan.



Mekanisme bawah sadar bekerja secara spontan. Mirip orang yang fobia kecoa, lantas dilempari kecoa. Spontan dia akan menjerit dan berlari ketakutan. Begitulah cara kerja alam bawah sadar. Nggak pakai mikir, nggak pakai rasio, nggak pakai logika. Yang ada hanya imajinasi dan perasaan yang bersifat ‘emosional’. Negatif maupun positif.



Mekanisme spontan seperti itulah yang terjadi dalam komunikasi perasaan. Atau komunikasi bawah sadar. Pusat mekanisme tidak di permukaan otak, melainkan berada di lorong energi ‘poros otak-jantung’. Kesamaan frekuensi menjadi landasan utama terjadinya komunikasi bawah sadar itu. Cara kerjanya, mirip dengan pemancar radio dengan pesawat radionya.



Jika Anda memutar tombol radio (jenis radio lama), atau searching secara digital (jenis radio baru), maka itu artinya Anda sedang menyamakan frekuensi pesawat radio Anda dengan stasiun pemancar. Ketika frekuensi sudah matching, maka seluruh informasi yang dipancarkan oleh stasiun radio akan sampai ke pesawat radio Anda. Sangat sederhana, bukan..? Kuncinya, hanya pada kesamaan frekuensi, maka terjadilah resonansi.



Ini juga mirip dengan dua gitar yang disetem sama nada-nada senarnya. Jika dua gitar itu didekatkan, lantas dipetik salah satunya, maka gitar yang lain akan ikut bergetar meskipun tidak dipetik. Itulah resonansi alias imbas getaran. Yang demikian ini akan terjadi juga pada alat-alat musik lainnya yang memiliki tabung resonansi, misalnya alat tiup, atau gong, dan semacamnya. Tabung resonansi itu bakal bergetar-getar seiring dengan frekuensi apa saja yang ada di sekitarnya, asalkan frekuensinya matching.



Begitulah cara kerja lorong energi di poros Otak-Jantung. Yang dengannya seseorang bisa melakukan komunikasi bawah sadar. Dengan menggunakan perasaan. Gelombang otak yang kekuatan medan magnetiknya hanya sekitar 10^(-13) Tesla akan menjadi ratusan kali lebih kuat jika diproyeksikan ke gelombang jantung yang memiliki medan magnet 5^(-11) Tesla. Dengan kata lain, perasaan yang muncul di sistem limbik akan menjadi jauh lebih kuat ketika bergetar di jantung. Itulah yang kita rasakan sebagai debaran jantung. Gelombangnya bisa kita muati dengan informasi untuk berkomunikasi dengan orang lain, secara telepati. Ataupun makhluk lain.



Pada level Alam Bawah Sadar kita bisa berkomunikasi dengan makhluk berjiwa lainnya. Misalnya dengan binatang atau tumbuhan. Bagi yang tidak punya pengalaman tentang ini, mungkin sulit percaya. Tetapi bagi mereka yang punya hewan peliharaan ataupun hobi bercocok tanam, hal ini sudah biasa. Berkomunikasi dengan mereka, tentu saja, tidak harus dengan bahasa verbal. Tetapi dengan bahasa perasaan.



Suatu ketika, kawan saya ingin mengusir sejumlah ayam yang berkerumun di dekatnya. Ia mengatakan: ‘’Hai ayam, tolong dong kamu pergi dari sini..’’. Hhehe, ayam-ayam itu tidak mau pergi..! Apalagi, pakai bahasa Jawa halus: ‘’Nyuwun sewu poro pithik, panjenengan sedoyo dipun aturi enggal-enggal tindak saking mriki..!’’ Wallah, malah ‘krasan’ mereka.. :) Dengan sederhananya, kawan saya yang lain membentak ayam-ayam itu dengan kata: Huussy..hussy..!! Dan semua ayam itu pun pergi berhamburan.



Kebetulan saya di rumah punya peliharaan puluhan ikan koi. Setiap kali saya lewat di dekat kolam, mereka selalu berebutan berenang di permukaan. Dan kalau saya mencelupkan tangan saya ke air, mereka mendekat semua dengan jinaknya sambil ‘menciumi’ tangan saya. Terserah saya mau berkata dengan bahasa apa, mereka tetap bisa merasakan ‘pancaran perasaan’ saya.



Yang demikian ini juga bisa terjadi pada tanaman. Yang kebetulan, saya juga hobi memelihara berbagai macam tanaman. Daun dan bunga-bunganya menjadi segar-segar ketika kita memberikan perhatian yang tulus kepada mereka. Dan kemudian menjadi layu dan kurus, ketika kita mencuekinya. Itulah ‘bahasa energial’ yang terpancar dari poros otak-jantung. Kuncinya cuma menyamakan frekuensi antara kita dengan mereka yang kita ajak berkomunikasi.



Pada level yang lebih halus, kita akan bisa berkomunikasi dengan makhluk yang lebih rendah derajat hidupnya. Yakni di level Tak Sadar. Bukan berarti, lantas kita harus tidur dulu baru bisa berkomunikasi. Meskipun, istilah Tak Sadar itu memang mewakili kondisi tidur lelap. Ternyata, seseorang bisa merasakan efek ‘tak sadar’ itu pada kondisi sadar. Yakni dengan 'mencampurkan' fase gelombang kesadaran Beta, Alfa, Teta dan Delta dalam komposisi yang pas.



Ketika Anda sedang sadar penuh, maka otak Anda akan memancarkan gelombang Beta pada frekuensi di atas 14 Hz. Jika frekuensi ini diturunkan, maka otak Anda akan memancarkan gelombang Alfa yang bergetar antara 8-13 Hz. Kalau ini diturunkan lagi, otak Anda akan memancarkan gelombang Teta, yang bergetar pada 4-7 Hz. Di fase Alfa-Teta inilah mekanisme bawah sadar bekerja. Lebih rendah lagi, otak kita akan memancarkan gelombang Delta pada getaran di bawah 0,1-4 Hz, dimana kita telah memasuki wilayah ‘Tak Sadar’.



Dengan teknik tertentu, seseorang bisa mencampur fase-fase gelombang kesadaran itu sehingga komposisinya menjadi ‘sangat sedikit Beta’, dicampur ‘agak banyak Alfa-Teta’, dan dipadukan dengan ‘cukup banyak Delta’. Efeknya, ia akan berada di persimpangan antara Sadar, Bawah Sadar dan Tak Sadar. Orang itu, akan bisa merasakan getaran-getaran dari alam Tak Sadar. Mulai dari tingkat seluler, sampai ke molekul, atom-atom, dan partikel-partikel penyusunnya.



Sehingga, dia bukan hanya bisa merasakan dan berkomunikasi dengan dirinya sendiri, melainkan bisa merasakan dan berkomunikasi dengan alam semesta. Bisa membaca ‘tanda-tanda’. Bisa merasakan informasi yang tidak tertangkap oleh orang lain, yang memang fase kesadarannya belum bisa mencapai Delta. Orang semacam ini menjadi ‘waskita’. Jauh lebih tajam dibandingkan dengan mereka yang hanya memancarkan gelombang Beta di fase ‘Sadar’, ataupun Alfa-Teta di fase Bawah Sadar. Karena, ketika bisa memasukkan unsur Delta secara harmonis, ia akan masuk ke wilayah ‘benda mati’. Berkomunikasi dengan mereka tanpa bahasa verbal, tapi bisa merasakan dan memahaminya.



Itulah yang diceritakan oleh Al Qur’an, terjadi pada Nabi Daud dan Nabi Sulaiman yang bisa berkomunikasi dengan binatang, angin, gunung-gunung, dan bahkan bangsa jin. Mekanisme ini pula yang terjadi ketika Allah menyampaikan wahyu kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Atau sebaliknya, seluruh alam bertasbih mengagungkan Sang Penguasa Jagat Raya.



QS. Fush shilat (41): 12

Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.



QS. Saba’ (34): 10

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami wahyukan): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi untuknya,



QS. Al Israa’ (17): 44

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

"salam mengintip RUh"
<a href="http://instaforex.com/id/forex_bonus.php?x=BIHQ">InstaForex</a>

Selasa, 24 Januari 2012

~ RUH ‘BERSEMAYAM’ DI ALAM TAK SADAR ~

<a href="http://instaforex.com/id/forex_bonus.php?x=BIHQ">InstaForex</a>


‘MENGINTIP’ EKSISTENSI RUH (4)
oleh Agus Mustofa

~ RUH ‘BERSEMAYAM’ DI ALAM TAK SADAR ~



ADA tiga lapis kesadaran pada manusia, yakni ALAM SADAR yang bekerja di permukaan otak, ALAM BAWAH SADAR yang bekerja di poros otak tengah-jantung, dan Alam Tak Sadar yang bekerja di tingkat selular serta benda-benda penyusunnya yang mikroskopik.



Jika dikaitkan dengan struktur diri manusia, maka Alam Sadar lebih didominasi kinerja badaniyah dengan mengandalkan panca indera. Berdasar masukan dari panca indera itulah ‘pikiran sadar’ atau ‘alam sadar’ kita terbentuk. Sehingga, segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh panca indera disebut gaib, atau supranatural, atau paranormal, dan sebangsanya. Di wilayah ini pula sains bertumpu dengan bukti-bukti yang kasat mata. Jika tidak bisa dibuktikan secara kasat mata, disebutlah sebagai ‘tidak saintifik’.



Alam yang lebih luas dan memiliki potensi jauh lebih dahsyat adalah Alam Bawah Sadar. Disini mekanisme kerjanya didominasi oleh kekuatan jiwa alias nafsiyah. Sebagiannya bisa dideteksi secara kasat mata, dan sebagiannya lagi mulai tidak kasat mata. Sebagiannya bisa disadari, tapi sebagiannya lagi tidak bisa disadari. Karena itu diistilahkan ‘alam bawah sadar’ – alam yang ‘samar-samar’ tertangkap kesadaran kita.



Orang-orang yang sudah mengungkung dirinya dalam koridor ilmu materialistic semacam Fisika dan Biologi ‘saja’, biasanya tak mau alias ogah mengutak-atik wilayah ‘bawah sadar’ ini. Kecuali mereka yang berpikiran out box. Tetapi, para ilmuwan Psikologi, justru sangat bergairah mengeksplorasi alam bawah sadar. Apakah para psikolog ini bekerja dalam koridor yang tidak saintifik? Hhehe, begitulah ‘tudingan’ sebagian ilmuwan materialistik. Sehingga, ada yang menyebutnya sebagai pseudo-science alias ‘Sains Bohong-bohongan’… :(



Tetapi ternyata perkembangan ilmu Bawah Sadar ini luar biasa pesatnya di dekade-dekade terakhir. Tudingan pseudo-science itu semata-mata karena para ahli psikologi itu membangun pola eksplorasi yang berbeda dengan para penudingnya. Tetapi, sebenarnya mereka juga bekerja berdasar bukti-bukti penelitian, yang tidak saja berdampak secara psikologis. Melainkan, juga berdampak sampai fisiologis. Dalam ranah kedokteran, tentu Anda tidak asing dengan penyakit psikosomatis, yakni penyakit yang muncul pada badan tetapi disebabkan oleh faktor psikologis. Ini menjadi bukti sederhananya.



Saya punya seorang sahabat karib yang ahli Psycho-Neuro Imunology : Prof. Dr. dr. S. Taat Putra, MS, guru besar di FK Unair Surabaya. Ia mempelajari kaitan antara jiwa (psycho) dengan struktur saraf (neuro) dan sistem kekebalan tubuh (imunitas). Disana kelihatan sekali hubungan antara JIWA yang ENERGIAL dengan struktur SARAF yang MATERIAL itu. Dan, yang jelas, ilmu ini tidak termasuk dalam pseudo-science atau apalagi paranormal..!



Beliau sangat menyadari bahwa ilmu Biologi, Fisika, Kedokteran, Kimia, Matematika, bahkan Sosiologi, dan sebagainya, itu tidak bisa berdiri sendiri. Hanya pada tataran yang masih sangat dasar sajalah, ilmu-ilmu itu bisa dipetak-petakkan sedemikian rupa. Padahal dalam skala yang lebih luas, pada kenyataannya semua ilmu itu harus menyatu untuk digunakan memahami fenomena alam.



Sehingga suatu ketika dia mengatakan kepada saya: ‘’Pak Agus, saya kira para dokter harus belajar Fisika Quantum. Karena ternyata di tingkat selular kita mulai menemukan kesulitan memahami substansi sebuah penyakit. Penyebab penyakit itu kalau ditelusuri bisa bersumber atau dipengaruhi oleh partikel-partikel yang lebih kecil, sampai ke tingkat Quantum.’’



Ya, alam Bawah Sadar adalah alam ‘setengah gaib’ yang mulai menuai kontroversi. Karena sebagian pakar materialistik-energetik menolak, sedangkan pakar Psikologi, Psikiatri, dan Biokuantum mengakuinya. Kita tunggu saja perkembangannya lebih lanjut.



Nah, di alam bawah sadar inilah JIWA manusia berkiprah. Pusat aktifitasnya bukan hanya di cortex cerebri alias kulit otak, melainkan lebih ke dalam, di bagian tengah otak yang bernama Sistem Limbik, menembus sampai ke jantung. Inilah yang saya sebut sebagai poros otak-jantung. Yang di ilmu kedokteran dikenal sebagai Axis Brain-Heart tetapi dipahami hanya sebagai jalur hormonal dan neurotransmitter belaka.



Pemahaman secara energial, akan menunjukkan kepada kita bahwa disana ada ‘LORONG ENERGI’ yang menghubungkan otak sebagai pusat kecerdasan dengan jantung sebagai organ resonansi. Getaran-getaran resonansi sepanjang lorong itu menjadi semacam radar tak kasat mata, yang memunculkan ‘perasaan’. Yang secara awam, kita rasakan sebagai debar jantung, di dalam dada. Saya tidak akan membahas masalah ini lebih detil disini, karena akan memakan ruangan yang lebih besar. Saya sudah membahasnya dalam buku DTM-32: ‘ENERGI DZIKIR Alam Bawah Sadar’.



Point pentingnya adalah, bahwa Alam Bawah Sadar yang lebih ‘bermain’ di wilayah energial alias ‘kejiwaan’ yang tak kasat mata itu jangan dianggap tak ada. Atau, bahkan tidak saintifik. Justru ini akan menjadi ladang eksplorasi ilmu pengetahuan masa depan yang semakin menggairahkan. Dan akan meninggalkan ilmu-ilmu materialistik yang konvensional sebagai sejarah masa lalu dalam koridor yang sempit. Ilmu-ilmu seperti Psycho-Neuro Imunology, Psycho Cybernetics, dan Bio-Quantum, akan semakin populer ke masa depan. Ilmu-ilmu yang akan menguak kekuatan JIWA di alam bawah sadar, atau lebih dalam lagi.



Yang ketiga, adalah wilayah Alam Tak Sadar. Inilah yang terkait dengan ‘wilayah kekuasaan’ Ruh. Jika Alam Sadar dan Bawah Sadar hanya berkutat pada potensi OTAK, maka alam Tak Sadar ini sudah masuk lebih dalam ke penyusun otak dan tubuh kita. Yakni, miliaran sel-sel otak, dan triliunan sel-sel tubuh. Termasuk sampai ke penyusun sel berupa molekul, atom, partikel sub atomik, sampai quark, dan partikel-partikel quantum, ataupun 'sesuatu' yang lebih substansial lagi.



Alam Tak Sadar ini memiliki KECERDASAN-nya sendiri di luar kendali pikiran sadar ataupun bawah sadar. Justru, Alam Tak Sadar inilah yang membentuk kecerdasan alam sadar dan bawah sadar. Otak hanya bisa mengendalikan bagian tubuh setingkat organ seperti jantung, paru, ginjal, pencernaan, panca indera, dan sebagainya. Baik secara sadar maupun bawah sadar. Tetapi, otak tak kuasa lagi mengendalikan pembelahan sel-sel. Metabolisme sel. Dan berbagai reaksi-reaksi seluler lainnya. Apalagi untuk mengendalikan molekul-molekul agar bergerombol dan bekerjasama. Apalagi mengendalikan atom-atom, dan partikel-partikel sub atomic, sampai ke quark. Otak tak mampu lagi.



Maka, jangan menggunakan rasionalitas dan logika lagi untuk MERASAKAN kecerdasan Alam Tak Sadar ini. Cara yang lebih sesuai adalah menggunakan bahasa ENERGIAL, berupa getaran gelombang resonansi. Karena di sel-sel itu masih terdapat getaran gelombang. Sebagaimana juga di tingkat molekuler, atomik maupun sub atomik, sampai ke tingkat partikel dasar.



Getaran-getaran mereka itulah yang menghasilkan frekuensi, dan bisa meresonansi jiwa kita. Meresonansi lorong energi di antara Otak-Jantung. Dan muncul sebagai ‘perasaan’. Inilah yang oleh Al Qur’an disebut sebagai Qalbu, dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai ‘Hati’. Dan kemudian rancu dengan liver. Padahal itu mengacu ke jantung.



Di dalam Al Qur’an ada dua istilah untuk HATI, yaitu: Qalbu dan Fu-aad. Qalbu merujuk ke jantung, sedangkan Fu-aad merujuk ke Otak, khususnya Sistem Limbik. Maka, kalau kita menyebut HATI, itu berarti merujuk ke Qalbu dan Fu-aad sekaligus. Alias POROS OTAK-JANTUNG. Yaitu, suatu sistem resonansi energial yang berfungsi sebagai radar jiwa, dimana dengannya kita bisa 'memahami' sesuatu lewat mekanisme ‘perasaan’. Bukan menggunakan logika maupun rasionalitas.



Nah, begitulah kurang lebih, cara menghubungkan JIWA Anda dengan Ruh Universal; yang dalam istilah Al Qur’an disebut sebagai ber-DZIKIR. Kurang lebih begitu pula teknik DZIKIR Alam Bawah Sadar yang saya jelaskan dalam buku DTM-32. Yakni, sebuah teknik pengaturan fase gelombang kesadaran otak agar kita bisa ‘merasakan’ getaran halus yang berasal dari ruh kita, maupun Ruh-Nya yang telah meliputi alam semesta. Di getaran halus itulah, Anda akan memperoleh informasi-informasi yang ‘tidak terpikir’ oleh kulit otak yang hanya bekerja secara logika dan rasionalitas..!



QS. Al Anfaal (8): 2

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila DISEBUT nama Allah (dzikrullah) BERGETAR-lah HATI mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah keimanan mereka (karenanya). Dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.



Perpaduan antara fungsi 'kulit otak' yang logis-rasional dengan 'poros otak-jantung' yang penuh perasaan, akan menghasilkan kualitas AKAL yang prima. Karena, perasaan bawah sadar memang tidak boleh dilepaskan sendirian, tanpa kontrol pikiran sadar. Allah menyebut orang-orang yang bisa memadukan keduanya secara seimbang itu sebagai ULUL ALBAB. Yaitu, orang yang senantiasa berdzikir dengan perasaan halusnya, serta berpikir dengan logika dan rasionalitasnya secara ilmiah. Memadukan antara alam sadar dan alam bawah sadarnya.



QS. Ali Imran (3): 190-191

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulul albab), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah (dzikrullah) sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, dan bertafakur (berpikir secara ilmiah) tentang penciptaan langit dan bumi. (Sampai memperoleh kesimpulan): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Subhanaka (MAHA HEBAT ENGKAU), maka peliharalah kami dari siksa neraka.



~ Salam ‘Mengintip Eksistensi Ruh’ ~

<a href="http://instaforex.com/id/forex_bonus.php?x=BIHQ">InstaForex</a>

Kamis, 19 Januari 2012

MENGINTIP’ EKSISTENSI RUH (2)

<a href="http://instaforex.com/id/forex_bonus.php?x=BIHQ">InstaForex</a>

MENGINTIP’ EKSISTENSI RUH (2)


~ RUH TIDAK DIMINTAI PERTANGGUNG-JAWABAN ~



MASIH banyak yang rancu antara JIWA dan RUH. Dalam bahasa aslinya di Al Qur’an, keduanya menggunakan istilah yang berbeda. JIWA menggunakan kata NAFS (tunggal) dan ANFUS (jamak). Sedangkan RUH tetap menggunakan istilah RUH (tunggal), dan jamaknya ARWAH. Tetapi, saya belum menemukan penggunaan kata ruh dalam bentuk jamak di Al Qur’an. Selalu dalam bentuk tunggal.



Kerancuan itu, bahkan juga terjadi di terjemahan ayat-ayat Qur’an keluaran Depag. Yakni menerjemahkan kata ‘nafs’ atau ‘anfus’ dengan ruh. Mestinya diterjemahkan sebagai ‘jiwa’. Misalnya, dalam ayat berikut ini.



QS. At Takwiir (81): 7

Dan apabila ruh-ruh (anfus) dipertemukan (dengan tubuh),



Dan kemudian merembet ke pemahaman ayat berikut ini, saat JIWA diminta bersyahadat oleh Allah di dalam rahim. Di ayat ini jelas menggunakan istilah ANFUS (jiwa-jiwa). Tetapi, masih banyak umat Islam yang memahaminya sebagai ‘ruh-ruh’. Meskipun dalam Al Qur’an Depag sebenanya sudah diterjemahkan sebagai ‘jiwa’. Sehingga ada kepahaman yang salah kaprah tentang adanya ‘alam ruh’ dimana ruh-ruh manusia diminta bersyahadat. Padahal, mestinya proses bersyahadat itu terjadi di dalam rahim, sesaat setelah bertemunya sel telur dan sperma.



QS. Al A’raaf (7): 172

Dan, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari organ reproduksi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap JIWA-JIWA (anfus) mereka: "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Benar (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi". (Yang demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lalai terhadap ini (keesaan Tuhan)",



Dari sini, kita juga bisa memperoleh informasi penting bahwa RUH itu TUNGGAL, dan SAMA untuk seluruh makhluk. Sedangkan JIWA bisa berbeda-beda pada setiap makhluk hidup. Jadi ruh saya dan ruh Anda SAMA. Tetapi jiwa kita berbeda.



Ibarat komputer dengan sumber listriknya. Jika Listrik diibaratkan ruh, maka komputer itu ibarat badan manusia dengan jiwanya. Badannya berupa hardware, jiwanya berupa software. Listriknya sama. Anda bisa menancapkan colokan listrik itu dimana saja, hasilnya tetap sama. Meskipun komputer Anda dari merek dan spesifikasi yang berbeda-beda.



Nah, lagi-lagi ibarat komputer, substansi dasarnya adalah software. Bukan hardware ataupun listrik. Keberadaan hardware dan listrik itu ada dalam rangka mewujudkan peran software. Kurang lebih begitulah manusia. Yang substansial adalah JIWA. Bukan jasad atau ruh. Karena itu yang kelak dimintai pertanggungjawaban oleh Allah (dan manusia) juga bukan jasad ataupun ruh, melainkan jiwa.



Tidak ada ‘ruh baik’ dan ‘ruh jahat’. Ruh itu sekedar potensi ketuhanan. Bergantung pada jiwanya, apakah dia mau menggunakan potensi itu untuk kebaikan ataukah kejahatan. Misal, sifat BERKUASA, bisa saja digunakan untuk kebaikan atau kejahatan. Sifat BERKEHENDAK, juga bisa untuk kebaikan atau kejahatan. Sifat Mendengar, Melihat, Berilmu, Berbuat, dan seterusnya, awalnya sekedar potensi ruh, dan kemudian menjadi baik atau jahat ketika diterapkan oleh jiwa. Maka, jiwa harus mempertanggung-jawabkan semua itu. Bukan ruh, bukan jasad.



Potensi kemanusiaan berada di Jiwa. Dan kualitas jiwa itu pula yang membedakan seseorang dengan orang yang lain. Baik ataupun jahat. Karena itu kalau jiwanya sakit, ia tidak dimintai pertanggung-jawaban. Kalau badannya yang sakit, masih dimintai pertanggungjawaban. Meskipun nanti menunggu saat kesehatannya sudah membaik. Sedangkan ruh tidak bisa sakit ataupun sehat. Dia sekedar potensi dasar. Karena itu, berbagai ayat Al Qur’an menjelaskan tentang kualitas jiwa yang terus mengalami proses penyempurnaan itu.



QS. Asy Syams (91): 7-10

Demi JIWA (nafs) serta proses penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (potensi) KEBURUKAN (fujur) dan KEBAIKAN (takwa), sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.



Maka kita mengenal beberapa kualitas jiwa. Diantaranya, ada jiwa yang jelek dan merusak, disebut sebagai ‘hawa NAFSu’ atau ‘NAFSul hawa’. Ada yang emosional tak terkendali disebut ‘NAFSul amarah’. Ada yang sedang berproses menjadi baik dan suka menyesali perbuatan buruknya, disebut NAFSul lawwamah. Dan ada pula jiwa yang sudah TENANG & DAMAI, disebut ‘NAFSul Muthmainnah’. Yang terakhir ini disebut sebagai tingkatan yang sangat tinggi dari kualitas jiwa, yang digambarkan dalam ayat berikut ini.



QS. Al Fajr (89): 27 – 30

Hai jiwa yang tenang dan damai (nafsul muthmainnah). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.



Lantas, bagaimanakah hubungan antara badan, jiwa dan ruh itu? BADAN adalah eksistensi yang bersifat material, JIWA adalah eksistensi yang bersifat energial, sedangkan RUH adalah eksistensi yang belum diketahui zatnya, tetapi memuat informasi. Tanpa ada informasi, badan dan jiwa kita tidak akan berfungsi. Sel-sel kita akan berhenti berproses. Tidak ada metabolisme, tidak ada regenerasi, tidak ada duplikasi, tidak ada reaksi-reaksi apa pun di tingkat selular, organik, maupun tubuh secara keseluruhan. Tubuh kita tak lebih hanya akan menjadi onggokan material tanpa aktifitas kehidupan.



Demikian pula, tanpa ada informasi dari ruh, jiwa kita juga bakal stagnan. Karena struktur energi dalam jiwa kita bekerja seiring dengan struktur materi badan. Khususnya otak. Jika otak mati, maka energi kehidupan yang berupa jiwa di balik otak itu pun ikut mati. Sinyal-sinyal kelistrikan yang dipandu oleh informasi ruh di miliaran sel-sel sarafi itulah yang menghasilkan kualitas jiwa.



Maka, dimanakah ruh dan dimanakah jiwa? Ruh meliputi seluruh tubuh manusia, mulai dari tingkat selular, organik, sampai totalitas tubuh. Pokoknya dimana ada informasi kehidupan, maka disitu ada ruh. Rambut kita hidup, maka ia diliputi oleh ruh. Kuku jari kaki kita juga hidup, ia pun diliputi ruh. Sedangkan jiwa, adalah software yang inheren di dalam sirkuit-sirkuit sarafi otak kita. Sehingga kalau sirkuit-sirkuit itu mengalami kerusakan, jiwa pun akan mengalami masalah.



Hubungan antara badan, jiwa dan ruh pada manusia yang hidup, memang tidak bisa dipisah-pisahkan. Badan dan jiwa itu mirip dua sisi yang berbeda dari satu keping mata uang yang sama. Karena, materi dan energi memang bisa saling berubah menjadi satu sama lain. Sedangkan ruh, ‘menyifati’ keduanya. Atau, mengendalikan proses-proses material-energial secara informasi berdasar ‘sifat-sifat’ itu.



Maka, ketika suatu saat badan seseorang manusia rusak total, dan kemudian mati, struktur energialnya masih bisa lepas sendiri di dalam pengaruh ruh. Dalam ilmu kedokteran jiwa disebut sebagai badan halus alias bioplasma. Itulah yang diceritakan Al Qur’an, bahwa orang yang mati itu sebenarnya masih hidup di alam jiwa. Alam energial. Mirip peristiwa mimpi, dimana badan kita masih berada di atas kasur, tetapi jiwa kita bisa melanglang buana kemana-mana.



QS. Al Baqarah (2): 154

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang GUGUR di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; sebenarnya mereka itu HIDUP. Tetapi kamu tidak menyadarinya.



~ Salam Mengintip Eksistensi Ruh ~
oleh Agus Mustofa

Rabu, 18 Januari 2012

'MENGINTIP' EKSISTENSI RUH (1)

<a href="http://instaforex.com/id/forex_bonus.php?x=BIHQ">InstaForex</a>




oleh Agus Mustofa

~ DIA TELAH MELIPUTI SELURUH CIPTAANNYA ~



Dikarenakan adanya ruh yang masuk ke dalam jasadnya, maka manusia menjadi ‘terimbas’ sifat-sifat ketuhanan. Seperti: Hidup, Mendengar, Melihat, Berbicara, Berkehendak, Berkuasa, Berbuat, dan lain sebagainya. Ketika ruh telah terlepas dari jasad, maka seluruh sifat-sifat itu pun lenyap dari tubuh manusia.



Jasad adalah onggokan benda mati. Tak lebih dari itu. Meskipun susunannya sangat canggih. Mulai dari energi yang ‘memadat’ menjadi quark, ‘mengkristal’ menjadi partikel, berkelompok menyusun atom, bergerombol membentuk molekul, bekerjasama menjadi sel, dan seterusnya menjadi jaringan, organ, dan tubuh manusia. Semua itu sekedar ‘benda mati’..!



Kehidupan bukan muncul dari proses pembentukan jasad. Karena ‘kehidupan’ muncul dengan cara yang lain, yang sampai sekarang tetap menjadi misteri bagi siapa pun. Apalagi bagi kalangan penganut ‘materialistik’ yang hanya berkutat di benda-benda tampak. Bahkan, kalangan ‘energial’ yang lebih ‘gaib” dibandingkan penganut ‘materilistik’ pun masih bingung dibuatnya. Sehingga keduanya tak berani menyentuh soal ini. Dan menganggapnya sebagai ‘ilmu gaib’ yang ‘tidak saintifik’.



Sedangkan kalangan ‘psikologis’ lebih maju secara saintifik. Mereka bergerak semakin mendekatinya, meskipun hanya berhenti pada ilmu tentang jiwa. Bukan tentang ruh. Karena ilmu tentang ruh ini memang cuma ‘sedikit’. Persis seperti ‘diklaim’ oleh Allah berikut ini.



QS. Al Israa’ (17): 85

Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".



Nah, karena cuma sedikit itulah maka ilmu tentang ruh ini tidak berkembang. Carilah di seluruh dunia sepanjang peradaban manusia, termasuk manusia modern, perkembangan ilmu tentang ruh sangat lamban. Kalau tidak boleh dikatakan ‘stagnan’.



Ini berbeda dengan ilmu jiwa yang berkembang sangat pesat. Dan, lagi-lagi sesuai dengan ‘klaim’ Allah Sang Pemilik ilmu, bahwa ilmu jiwa itu memang ‘bisa dipikirkan’ dan dieksplorasi. Sehingga bermunculanlah ilmu-ilmu tentang jiwa, seperti: psikologi, psikiatri, psikotronika, psiko-neuro imunologi, psiko-cibernetika, dan lain sebagainya.



QS. Az Zumar (39): 42

Allah memegang JIWA (nafs) ketika matinya dan jiwa yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang DEMIKIAN itu terdapat tanda-tanda (pelajaran) Allah bagi orang-orang yang (mau) BERPIKIR.



Begitulah, ketika berbicara tentang RUH, Allah sudah mengingatkan bahwa ilmunya cuma sedikit. Tetapi, ketika berbicara tentang jiwa malah disuruh memikirkannya. Namun, meskipun ‘sedikit’, TIDAK ADA LARANGAN untuk membicarakan ruh. Misalnya, ‘’berbicara ruh hukumnya haram’’, nggak ada. Silakan saja. Tapi, ilmunya ‘cuma sedikit’ lho ya.. :) Karena itu, supaya aman, tetaplah berpegang kepada informasi-informasi ilahiyah. Bukankah kita memang sedang berbicara tentang sifat-sifat-Nya, dalam skala makhluk..? Sifat-sifat Allah yang bersemayam di dalam diri kita: Sang Ruh.



Sifat Hidup, Sifat Mendengar, Sifat Melihat, Sifat Berkehendak, Sifat Berilmu Pengetahuan, Sifat Mencipta, Sifat Menghancurkan, Sifat Memelihara, dan segala sifat-sifat-Nya yang lain. Apakah bisa dipelajari dan dipahami? Tentu saja bisa. Tapi, pasti nanti akan mentok lho ya..! Karena, ini memang tidak muncul dari benda penyusun tubuh kita. Melainkan dari ‘Sesuatu’ yang ‘meliputinya’.



Sifat ‘Hidup’ itu bukan sifat benda. ‘Mendengar’ itu juga bukan sifat benda. ‘Melihat’ juga bukan sifat benda. ‘Berkehendak’ juga bukan. Demikian pula Berilmu, Mencipta, Memelihara, dan lain sebagainya. Itu adalah sifat ‘Sesuatu’ yang hidup. Berasal dari luar materi dan energi. Materi dan energi cuma ketempatan saja. Dari SIAPA ini sumbernya? [Saya ingatkan jangan ‘keliru bertanya’: dari APA ini sumbernya..? :)] Tentu saja, mudah menjawabnya bagi yang ber-Tuhan, tetapi ‘bikin puyeng’ bagi yang tidak bertuhan… :(



QS. Al Baqarah (2): 255

Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang HIDUP, lagi terus menerus MENGURUS (alam semesta beserta isinya). Tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tidak ada yang dapat memberi pertolongan di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui SEGALA yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka. Dan mereka tidak mengetahui apa pun dari ilmu Allah melainkan yang dikehendaki-Nya. Singgasana (kekuasaan) Allah MELIPUTI langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.



QS. Al An’aam (6): 95

Sesungguhnya Allah MENUMBUHKAN butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang HIDUP dari yang MATI dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah ALLAH, maka mengapa kamu masih berpaling (kepada selain Dia)?



QS. Yunus (10): 31

Katakanlah: "SIAPAKAH yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) PENDENGARAN dan PENGLIHATAN, dan siapakah yang mengeluarkan yang HIDUP dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang MENGATUR segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah: "MENGAPA kamu tidak BERTAKWA (kepada-Nya)?"



Ya, ruh adalah representasi ‘zat ketuhanan’ yang membawa sifat-sifat-Nya. Apakah itu sifat? Sifat adalah INFORMASI yang menceritakan karakteristik sesuatu. Sifat ‘HIDUP’ membawa informasi tentang kehidupan. Sifat MENDENGAR membawa informasi tentang kemampuan untuk memahami lewat gelombang suara. Sifat MELIHAT membawa informasi tentang kemampuan memahami lewat gelombang cahaya. Sifat MENCIPTA membawa informasi tentang kemampuan mengadakan sesuatu dari ketiadaan. Sifat BERKEHENDAK membawa informasi tentang adanya dorongan untuk melakukan apa saja. Dan seterusnya, dan lain sebagainya.



Itulah Sifat Tuhan. Dan kemudian diimbaskan dalam skala makhluk ke dalam seluruh ciptaan-Nya. Sejak kapan? Sejak Dia menciptakan alam semesta. Dan kemudian berkembang menjadi segala macam benda, energi, ruang, waktu dan peristiwa. Informasi Sifat-sifat-Nya telah inheren di dalam seluruh proses itu.



Maka kemana pun kita menghadap, sebenarnya kita berhadapan dengan-Nya. Dengan Zat-Nya, dengan Sifat-sifat-Nya. Dengan ilmu-Nya. Dengan Kehendak-Nya. Dengan apa saja yang terkait dengan-Nya. Karena semua ini memang telah diliputi-Nya. Bahkan semua ini adalah ‘bagian’ dari Eksistensi-Nya, yang kita pahami dalam sudut pandang makhluk yang serba terbatas.



QS. Al Baqarah (2): 115

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka KEMANA pun kamu MENGHADAP di situlah wajah ALLAH. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Berilmu.



QS. An Nisaa’(4): 126

Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah ALLAH Maha MELIPUTI segala sesuatu.



Itulah yang di dalam al Qur’an disebut sebagai kalimat KUN. Kalimat yang mengandung informasi penciptaan yang mengimbaskan sifat-sifat ketuhanan ke dalamnya, dalam skala makhluk. Lantas bergantung kepada makhluk yang diciptakan itu. Seberapa tinggi kualitas kesempurnaannya. ‘Benda mati’ tentu berbeda derajatnya dibandingkan dengan tumbuhan. Juga berbeda lagi tingkat kesempurnaannya dibandingkan hewan. Dan semakin berbeda dibandingkan manusia.



Tetapi semua makhluk itu mengandung sifat-sifat ilahiah. Hanya saja, kemunculan sifat ilahiah itu adalah seiring dengan derajat kesempurnaan desainnya. Kalau makhluk itu tidak punya mata, tentu saja dia tidak bisa merepresentasikan sifat Maha Melihat. Kalau makhluk itu tidak punya telinga, tentu tidak bisa merepresentasikan sifat Maha Mendengar. Demikian pula dengan mulut untuk berbicara, kaki-tangan untuk bertindak, otak untuk berpikir, dan seterusnya.



Manusia menurut Al Qur’an adalah makhluk yang paling sempurna secara desain penciptaan, dibandingkan dengan benda mati, tumbuhan, dan hewan. Bahkan juga dibandingkan dengan malaikat dan iblis yang berkebangsaan jin. Manusia paling komplet merepresentasikan sifat-sifat ketuhanan. Benda mati misalnya, tidak merepresentasikan sifat Maha Hidup. Hewan misalnya, kurang merepresentasikan sifat Maha Berkarya, Maha Berilmu, dan Maha Berkehendak. Malaikat, juga kurang mererepresentasikan sifat Maha Berkehendak dan Mencipta. Dan iblis kurang merepresentasikan sifat Maha Bijaksana. Tetapi manusia, merangkum seluruh sifat-sifat benda mati, tumbuhan, hewan, iblis dan malaikat di dalam dirinya. Sifat-sifat ketuhanan lebih komplet di dalam diri manusia, dan kemudian disebutlah sebagai Ruh-Nya. Tetapi, manusia cuma mendapat ‘sebagian kecil’ saja: dalam skala makhluk.



QS. Al Hijr (15): 29

Maka ketika telah Ku-sempurnakan kejadiannya, dan telah Ku-hembuskan ke dalamnya sebagian ruh-Ku (min ruuhii), maka tunduklah kamu (malaikat dan jin) kepadanya (manusia) dengan bersujud.



Kata ‘min ruuhii’ bermakna ‘sebagian kecil’ ruh-Ku. Dan sejak itulah, manusia membawa sifat-sifat ketuhanan di dalam dirinya. Yang kualitasnya mewujud dalam bentuk jiwa yang beragam sesuai dengan kualitas desain badannya. Ada yang tidak bijak, kurang bijak, lebih bijak, sampai sangat bijak. Ada yang tidak bisa berkarya, lebih bisa berkarya, sampai pandai berkarya. Ada yang tidak berkuasa, lebih berkuasa, sampai sangat berkuasa. Semua itu adalah representasi sifat-sifat ketuhanan di dalam dirinya. Bukan sifat benda-benda penyusun tubuhnya..! Itulah Ruh, yang berisi potensi ilahiah.



Sejak kapan, ruh kemanusiaan ini dihembuskan ke dalam dirinya. Tentu saja sejak ia diciptakan. Kapan tepatnya? Ya, sejak Allah mempertemukan sel sperma dengan sel telur, di dalam rahim maupun di luar rahim. Bayi normal maupun bayi tabung. Sejak saat itulah Allah menghembuskan sebagian ruh-Nya dan meminta jiwanya untuk bersyahadat mengakui Allah sebagai Tuhan dengan segala sifat-Nya. Dan kemudian terekam di alam bawah sadarnya, menjadi sifat-sifat kemanusiaan.



QS. Al A’raaf (7): 172

Dan, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari organ reproduksi mereka (berupa sel telur dan sel sperma). Dan Allah mengambil kesaksian terhadap JIWA (nafs) mereka: "Bukankah Aku ini TUHAN-mu?" Mereka menjawab: "BENAR (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi". (Yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lalai terhadap ini (keesaan Tuhan)",



QS. As Sajdah (32): 9

Kemudian Dia menyempurnakan dan menghembuskan ke dalamnya sebagian ruh-Nya. Dan Dia menjadikan bagi kamu (kemampuan) pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu SEDIKIT SEKALI bersyukur (kepada-Nya).



~ Salam Berupaya Memahami Sifat-Sifat Allah di Dalam Ruh ~

Senin, 16 Januari 2012

~ ALLAH: SANG PENCIPTA YANG MAHA BIJAKSANA ~

&amp;amp;lt;a href="http://instaforex.com/id/?x=BIHQ"&amp;amp;gt;InstaForex&amp;amp;lt;/a&amp;amp;gt;





Pertanyaan yang disodorkan oleh kawan kita yang atheis adalah: apakah Tuhan yang Menciptakan alam semesta ini Maha Suci dan Maha Bijaksana? Karena menurutnya, jika Tuhan memang Maha Suci dan Bijaksana, seharusnya tidak perlu menciptakan musibah, bencana, kemiskinan, peperangan, kejahatan, dan seterusnya. Apakah Tuhan tidak mampu menciptakan kehidupan yang tanpa penderitaan? Kalau begitu, lantas buat apa bertuhan kepada Tuhan yang demikian?



Inilah salah satu alasan mendasar yang menjadi background kenapa seseorang menjadi atheis. Memang, secara umum, ada dua kelompok atheis. Yang pertama, adalah orang atheis yang ingkar dan jahat. Yakni, orang-orang yang ‘memusuhi’ Tuhan dan memusuhi kebajikan. Inilah yang di dalam Surat Alfatihah disebut sebagai kelompok Al maghdluubi ‘alaihim ~ orang-orang yang ‘dimarahi’. Dan kelompok kedua adalah orang-orang yang atheis dikarenakan ‘belum kenal’ Allah. Belum paham Islam. Yang demikian ini disebut sebagai Adh dhoollin, alias orang-orang yang tersesat.



Dalam kesempatan yang terbatas ini, saya tidak ingin membahas kelompok pertama: mereka yang atheis karena memusuhi Tuhan. Dan ingin lebih fokus kepada kelompok kedua, yang menjadi atheis dikarenakan ‘belum kenal’ Allah saja. Saya kira, pembahasan ini lebih relevan dalam kajian kali ini. Terutama terkait dengan pertanyaan kawan kita di atas: apakah Tuhan Maha Suci dan Maha Bijaksana.



Saya ingin memulai pembahasan ini dari pertanyaan terakhir: Apakah Tuhan tak mampu menciptakan kehidupan yang tanpa penderitaan? Yaitu: tanpa hal-hal negative, tanpa musibah, tanpa bencana, tanpa kemiskinan, tanpa penyakit, tanpa kejahatan, tanpa kelaparan dan kehausan, tanpa korupsi dan kekerasan, tanpa keserakahan, tanpa iri, dengki, dan berbagai keculasan..? Ooh, tentu saja mampu. Lha, kalau tidak mampu, buat apa kita bertuhan kepada ‘sesuatu’ yang tidak mampu seperti itu? Cari Tuhan yang mampu sajalah... ;)



Tetapi kalaupun Tuhan lantas membuat semua variable kehidupan ini menjadi positive, tanpa ada negative, apakah hidup kita akan menjadi lebih menyenangkan? Hmm, jangan-jangan kita salah duga. Apakah Anda pernah membayangkan betapa ‘tidak nikmatnya’ makan, ketika kita sedang kenyang. Dan betapa ‘tidak nikmatnya’ minum, ketika sedang tidak haus? Dengan kata lain, lapar dan haus itu sangat penting, karena dengan adanya lapar & haus itu kita menjadi bisa merasakan nikmatnya makan dan minum. Kalau tidak percaya cobalah sendiri: makanlah ketika sedang kenyang, dan minumlah ketika tidak haus. Rasanya ‘hambar’ atau bahkan menjadi 'eneg' karenanya. Sebaliknya, betapa nikmatnya makan ketika kita sedang kelaparan dan kehausan. So, rasa lapar dan haus itu sengaja diciptakan Tuhan untuk kenikmatan manusia.



Pernah jugakah Anda membayangkan, betapa nikmatnya beristirahat setelah kecapekan? Woow, tidur menjadi lelap, dan terasa nikmat luar biasa. Sebaliknya, betapa pusing dan sakitnya kepala, tidur yang ‘dipaksa-paksakan dikarenakan badan memang tidak sedang kelelahan. Jadi, betapa bijaksananya Allah yang telah menciptakan variabel ‘kelelahan’ itu. Karena dengannya, DIA sedang memberikan karunia berupa ‘referensi’ tentang nikmatnya tidur.



Pernahkah juga Anda membayangkan betapa nikmatnya perasaan dan jiwa kita, sesaat setelah lepas dari masalah berat? Dan betapa hambarnya hidup orang-orang yang tidak pernah punya masalah? Yang tidak punya ‘tantangan’ untuk ditaklukkan. Yang tidak punya ‘problem’ untuk diselesaikan. Yang tidak punya ‘harapan-harapan’ indah di masa depan, karena semua sudah tercukupi sekarang. Hhhh, betapa hambarnya. Sebuah kehidupan yang tanpa gairah..!



Justru hidup ini menjadi demikian indah, karena kita punya gairah dan harapan ke masa depan. Dan harapan-harapan itu muncul dikarenakan kita merasa bahwa hari ini belum mencapai sesuatu yang kita inginkan. Belum mencapai kesempurnaan. Kalau semua harapan sudah pupus sekarang, untuk apa kita melanjutkan hidup? Di-tamat-kan sajalah, karena sudah tak menggairahkan lagi… ;)



Justru hidup ini menjadi demikian indah karena ada penderitaan, sehingga kita punya harapan untuk memupus penderitaan itu. Baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Hidup ini juga menjadi indah karena ada kejahatan, sehingga kita bergairah untuk menebar kebaikan. Hidup ini pun menjadi indah, karena ada kemiskinan, sehingga kita bisa merasakan sejahteranya menjadi orang kaya, dan bersemangat untuk memberantas kemiskinan agar mereka juga merasakan bahagia seperti kita. Woow, betapa indahnya kehidupan ini. Mestinya kita berterima kasih kepada Tuhan, karena DIA telah menciptakan kehidupan yang demikian dinamis, penuh harapan dan gairah.



Pernahkah Anda bayangkan ketika semua orang di dunia ini kaya raya? Saya jamin, Anda akan merasakan betapa sulitnya hidup. Karena, tidak ada lagi yang mau menanam padi, membudidayakan buah-buahan, susah-susah beternak, dan menyiapkan segala makanan, serta memproduksi pakaian, mendirikan industri kendaraan, menggelar hiburan. Pokoknya, tidak ada yang mau repot bekerja, semuanya ingin jadi Big Boss. Kira-kira, tambah nyaman ataukah malah rumit kehidupan ini?



Pernahkah Anda membayangkan, jika semua orang di dunia ini adalah penguasa? Hhehe, tidak ada yang mau menjadi rakyat jelata..! Pernahkah juga Anda membayangkan, jika Tuhan menjadikan semua manusia di dunia ini sebagai pemimpin? Ehhmm, tidak ada yang mau jadi bawahan. Atau semua orang diciptakan pintar, tak ada yang bodoh? Jadi nggak tahu dong, seseorang itu pintar kalau tidak ada yang bodoh? Dst, dlsb.



Karena ada orang sakit, lantas ada dokter. Karena ada penjahat, maka muncullah profesi jaksa, hakim dan polisi. Karena ada pencuri dan perampok, muncullah pabrik alarm, teralis besi, dan kunci pengaman. Karena ada orang miskinlah, yang menyebabkan munculnya para dermawan. Dan, karena ada orang yang terzalimi, maka muncullah para pahlawan. Dan seterusnya, dan lain sebagainya..!



Jika permukaan bumi ini datar, maka air tak akan pernah mengalir ke tempat yang lebih rendah. Kalau suhu udara di bumi ini sama di semua kawasan, maka tak ada udara yang bergerak. Lantas tak terjadi musim. Tak ada hujan. Dan kemudian, tak ada tumbuhan. Terus, tak ada binatang. Dan akhirnya, tak ada manusia! Tak ada kehidupan..!



Jika tidak ada binatang buas yang menjadi predator, maka rantai makanan tidak akan bergerak. Rantai biologi menjadi stagnan. Akan muncul ketidakseimbangan sistem kehidupan. Jika tidak ada bakteri pembusuk, virus, berbagai macam penyakit, dan semacamnya, maka bisa dipastikan bumi ini sudah penuh dengan sampah, atau dengan manusia yang tak mati-mati karena sehat terus.. ;(



Demikian juga dengan peperangan, pembunuhan, musibah dan bencana. Semua itu adalah variable negative dari drama kehidupan yang di sisi lain justru menegaskan adanya variable positive. Dimana ada penderitaan disitu juga bakal muncul kebahagiaan. Dimana ada kegagalan, maka disitu juga bakal ada kesuksesan. Dimana ada kesedihan, maka disitu pula bakal muncul kegembiraan. Dimana pun ada variable negative, maka disitu pula muncul variable positive. Dan karenanyalah, drama kehidupan ini menjadi demikian indah dan dinamis.



QS. Adz Dzaariyaat (51): 49

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu ingat akan kebesaran Allah.



QS. Ar Ra’d (13): 3

Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (eksistensi Allah) bagi kaum yang (mau) menggunakan akalnya.



Oooh, betapa Maha Bijaksananya Allah, Sang Tuhan Yang Maha Pandai. Hanya karena kebodohanlah, lantas kita berprasangka buruk kepada-Nya. Padahal, Dia sedang menginginkan kita bisa merasakan nikmat dan karunia-Nya. Dia Maha Suci dari segala yang kita prasangkakan. Karena, kemampuan-Nya memang jauh di luar perkiraan pikiran manusia yang sangat terbatas. Tapi, justru karena gap antara DIA dan kita yang sedemikian 'tak berhingga' itulah, lantas menjadi menarik dan menggairahkan untuk bertuhan kepada-Nya... :)



Akhirnya, jika masih ada orang yang tetap ngeyel, dengan mengatakan: apakah Tuhan tidak bisa menciptakan kehidupan yang variabelnya positip semua, tetapi nikmat buat manusia? Pokoknya, seperti yang saya maui-lah. Hhehe.., maka cukuplah Anda katakan: ‘’gimana kalau tuhannya sampeyan saja mas?’’



Tapi, sungguh ‘tidak menarik’ dan 'tidak menggairahkan' bertuhan kepada orang yang memahami hal yang 'demikian gamblang’ saja nggak ngerti-ngerti… :) ~

oleh Agus Mustofa
&amp;amp;lt;a href="http://instaforex.com/id/?x=BIHQ"&amp;amp;gt;InstaForex&amp;amp;lt;/a&amp;amp;gt;

Sabtu, 14 Januari 2012

~ ALAM SEMESTA PUN BEREVOLUSI DI DALAM SUNNATULLAH ~

&amp;amp;lt;a href="http://instaforex.com/id/?x=BIHQ"&amp;amp;gt;InstaForex&amp;amp;lt;/a&amp;amp;gt;





Alam semesta dengan segala isinya ini tidak muncul tiba-tiba. Ia mengalami proses bertahap selama miliaran tahun, sehingga menjadi seperti sekarang. Dan itu bukan hanya terjadi pada makhluk hidup (biologi) saja, melainkan di seluruh penjuru alam semesta. Semuanya melewati proses evolusi..!



Virus dan kuman berevolusi. Ikan-ikan berevolusi. Ular, kadal dan reptil-reptil berevolusi. Demikian pula berbagai binatang buas, binatang ternak, burung, dan segala macam jenis hewan lainnya, serta manusia. Tapi, jangan salah, Bumi dan planet-planet pun mengalami evolusi. Atmosfernya berevolusi, daratan dan lautan berevolusi. Gunung-gunung, bebatuan, tambang-tambang minyak, batubara, emas, tembaga, nikel, uranium, dan sebagainya mereka semua mengalami evolusi selama berjuta-juta tahun. Bahkan bumi sudah berevolusi sekitar 5 miliar tahun.



Termasuk juga tatasurya kita ini berevolusi. Mataharinya juga. Pun bintang-bintang di angkasa raya. Galaksi-galaksi, super kluster, dan seluruh isi alam semesta ini sedang mengalami evolusi selama lebih dari 13 miliar tahun. Begitulah memang mekanisme alam, yang di dalam Islam dikenal sebagai sunnatullah.



Bentuk bumi, planet-planet, bintang, galaksi, dan berbagai benda langit, miliaran tahun yang lalu tidak seperti yang kita lihat sekarang. Demikian pula, miliaran tahun mendatang, tidak juga seperti sekarang. Semuanya sedang berubah secara bertahap lewat ‘seleksi alam’…



Wah, jadi ada ‘seleksi alam’ kah di seluruh penjuru jagad semesta ini? Bukan hanya untuk makhluk hidup to? Jawabnya lugas: jelas ADA. Tentu saja bagi yang mau berpikir terbuka. Dan mau menyaksikan perubahan yang sedang terjadi di seluruh jagad raya. Semua benda sedang berubah menuju bentuk, tatanan, bahkan fungsi yang berbeda seiring dengan perjalanan waktu. Hanya saja, peristiwa-peristiwa makrokosmos memang terjadi dalam skala miliaran tahun. Sehingga seakan-akan tidak terjadi perubahan berarti dalam kurun usia seorang manusia.



‘Seleksi alam’ adalah hukum alam yang inheren dalam eksistensi universe dengan segala isinya. Siapa atau apa saja, yang bisa bertahan terhadap seleksi alam bakal bisa meneruskan drama ‘kehidupannya’. Sebaliknya yang tak mampu bertahan, bakal ‘mati’ dan musnah. Binatang, tumbuhan, dan manusia sebagai makhluk hidup, terkena seleksi alam itu. Dan planet, bulan, matahari, serta bintang-bintang pun terkena seleksi alam. Ada yang tetap berada di dalam tatanannya. Ada yang mencelat dari orbitnya. Ada yang meledak menjadi supernova, dan ada juga yang kesedot lenyap ke dalam black hole.



Bahkan dalam skala miliaran tahun sejarah universe, kita ‘menyaksikan’ evolusi telah dan sedang terjadi, mulai dari skala mikrokosmos sampai ke makrokosmos. Mulai dari quark, partikel-partikel sub atomic, atom, molekul, sampai munculnya benda-benda raksasa yang mengisi ruang jagad raya. Awalnya alam semesta hanya berupa ‘lautan energi’ sop kosmos, yang kemudian meledak dan mengembang, sehingga menghasilkan partikel-partikel, disusul terbentuknya atom berinti sederhana – proton tunggal – yang kita kenal sebagai Hidrogen. Lantas, muncullah atom berinti proton & neutron ganda seperti Helium, meningkat lagi menjadi Berelium, dan seterusnya. Sehingga, sekarang di alam semesta ada lebih dari seratus jenis atom, dengan intinya berisi ratusan proton dan neutron. Begitulah evolusi yang terjadi di lingkungan benda mati.



‘Seleksi alam’ pula yang menyebabkan partikel-partikel bebas itu bergabung menjadi atom, menjadi molekul, menjadi gas, padatan atau pun cairan, dan kemudian bergerombol membentuk planet, tatasurya, galaksi, dan sebagainya. Ringkas kata, saya hanya ingin meluruskan pendapat yang mengatakan bahwa seleksi alam dan evolusi hanya terjadi pada makhluk hidup alias ranah biologi saja.



Evolusi dan seleksi alam adalah hukum alam yang sudah menyatu di seluruh penjuru jagad semesta. Mikorokosmos maupun makrokosmos. Biologi maupun non biologi. Bahkan termasuk peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, budaya, dan lain sebagainya. Ini adalah mekanisme dasar ‘drama kehidupan’ alam semesta.



Masalahnya, dalam konteks ‘ketuhanan’ yang sedang kita bicarakan ini adalah: apakah seleksi alam itu berlangsung secara ‘sengaja’ atau ‘tidak sengaja’? Ada yang ‘mengendalikan’ ataukah berjalan secara ‘liar’? Ada ‘kecerdasan’ yang terlibat di dalamnya ataukah ‘menggelinding’ begitu saja?



Menjadi agak lucu juga, ketika seleksi alam disebut sebagai ‘alternative ketiga’ dari pilihan: by accident ataukah by design. Kebetulan ataukan diciptakan. Karena yang ditanyakan itu justru adalah tentang ‘seleksi alam’ itu sendiri.Ketika ditanyakan: mekanisme seleksi alam tersebut terjadi sengaja ataukah tidak sengaja? Dijawab: ya, terjadi lewat seleksi alam. Lha iya, ada yang mengendalikan atau tidak? Jawabnya: ya, terjadi melalui seleksi alam. Walahh, susah amat sih berkomunikasinya… :(



Padahal dengan sangat sederhana bisa dijawab. Misalnya, kalau memang mau ‘menghindari’ jawaban bahwa seleksi alam itu bukan atas ‘campur tangan Tuhan’ (karena memang atheis), ia bisa menjawab: semua itu terjadi ‘dengan sendirinya’, tidak ada yang mengendalikan, dan bukan kebetulan, serta tidak ada kecerdasan apa pun yang terlibat di dalam proses itu. Pokoknya, ya terjadi begitu saja… ;)



Maka, marilah kita runtutkan cara berpikir kita dengan jernih. Yang pertama, pahamilah dulu bahwa alam semesta ini memiliki hukum termodinamika yang menjelaskan adanya implikasi entropi. Bahwa alam semesta ini sudah terbukti menuju pada proses kerusakan dan kekacauan yang semakin tinggi.



Benda-benda langit semakin hari semakin tua, dan kemudian akan mati pada waktunya. Bumi juga semakin lama semakin tua, dan kelak pun bakal mati sebagaimana benda-benda langit lainnya. Isi bumi ini, termasuk manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan juga semakin lama semakin tua dan kemudian mati. Maka, menurut hukum termodinamika kedua, untuk mempertahankan agar semua itu tidak segera mati, harus ada energi ataupun usaha yang dimasukkan ke dalam sistem, sehingga mengkompensasi entropi yang terus meningkat.



Misal, agar mesin mobil tidak segera mati, ya harus diberi bensin. Agar manusia tidak segera mati, mesti dimasuki makanan, minuman, dan oksigen. Agar buah tidak membusuk, haruslah diawetkan. Agar dunia tidak tenggelam oleh sampah, ya harus dibersihkan. Agar kita menjadi pintar, ya harus belajar. Agar hidup kita sukses, ya harus ada usaha dan perjuangan. Dan seterusnya. Dan lain sebagainya. Itulah hukum entropi alam semesta yang berlaku pada makhluk hidup maupun benda mati. Sebuah hukum yang bersifat universal..!



Maka bagaimana bisa ada suatu pendapat yang mengatakan bahwa seleksi alam bisa berjalan dengan sendirinya tanpa ada campur tangan dari luar sistem? Tanpa ada bensin yang dimasukkan ke mesin mobil, tanpa ada makanan dan oksigen yang kita konsumsi, tanpa ada usaha dan pembelajaran..?! Ini sungguh-sungguh menyalahi hukum alam yang paling dasar.



Alam semesta ini tidak akan bisa bertahan selama miliaran tahun seperti ini, jika tidak ada CAMPUR TANGAN dari luar sistem. ‘Usaha’ yang berasal dari luar jagad raya itu sendiri. Energi yang tidak berasal dari dalam ruang, waktu, materi & energi universe. Siapa saja yang menganggap alam semesta bisa berjalan dengan sendirinya, ia telah menabrak hukum ilmiah yang paling dasar. Dengan kata lain, ia mulai berpikir dengan cara meninggalkan kaidah-kaidah saintifik.



Jika alam semesta tidak memperoleh tambahan ‘usaha’ atau energi dari luar sistem, alam ini sudah runtuh dan hancur lebur sejak ledakan pertama: big bang. Dalam alam yang entropinya meningkat seperti alam kita ini, ledakan tidak pernah menghasilkan suatu ‘sistem yang tertata’ seperti jagad raya sekarang. Dimana partikel-partikel sub atomik berangsur-angsur menjadi atom, dan atom-atom menjadi molekul dengan keseimbangan gaya yang luar biasa. Lantas berangsur-angsur menjadi unsur-unsur alam semesta penyusun benda-benda langit dalam skala maha raksasa. Dan kemudian memunculkan gaya nuklir kuat, nuklir lemah, elektromagnetik, serta gravitasi secara berurutan. Sebuah LEDAKAN selalu menghasikan kerusakan dan KEKACAUAN. Lha ini kok malah menghasilkan KETERATURAN..!



Kenapa semua ini bisa terbentuk sedemikian harmonisnya? Karena ada FAKTOR dari luar sistem yang memasukkan ‘usaha’ sebagai bentuk campur tangan agar hukum entropi tidak menghancurkannya. Siapakah DIA? Itulah yang oleh orang-orang atheis disebut sebagai FAKTOR X. Dan kita, umat Islam menyebut-Nya sebagai Allah Azza Wajalla..! Zat yang Maha Cerdas, Maha Berkuasa, dan Maha Bijaksana.



QS. Al Mulk (67): 3

Yang telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?



QS. Al Infithaar (82): 6-8

Hai manusia, apakah yang telah memperdayakanmu (sehingga kamu mengingkari) Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (struktur tubuh)-mu seimbang, dalam kecanggihan bentuk yang Dia kehendaki, Dia telah menyusun tubuhmu.



Allah yang Maha Sempurna telah menciptakan mekanisme hukum alam yang sangat menakjubkan. Kecelakaan, kematian dan kehancuran, bukanlah tanda tidak sempurnanya desain penciptaan universe, tetapi justru menunjukkan betapa sempurnanya sunnatullah yang telah menyeimbangkan antara hukum entropi dengan keniscayaan adanya campur tangan Sang Maha Perkasa.

oleh Agus Mustofa

~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~

&amp;amp;lt;a href="http://instaforex.com/id/contest_forex_fastride.php?x=BIHQ"&amp;amp;gt;InstaForex&amp;amp;lt;/a&amp;amp;gt;