Rabu, 18 Januari 2012

'MENGINTIP' EKSISTENSI RUH (1)

<a href="http://instaforex.com/id/forex_bonus.php?x=BIHQ">InstaForex</a>




oleh Agus Mustofa

~ DIA TELAH MELIPUTI SELURUH CIPTAANNYA ~



Dikarenakan adanya ruh yang masuk ke dalam jasadnya, maka manusia menjadi ‘terimbas’ sifat-sifat ketuhanan. Seperti: Hidup, Mendengar, Melihat, Berbicara, Berkehendak, Berkuasa, Berbuat, dan lain sebagainya. Ketika ruh telah terlepas dari jasad, maka seluruh sifat-sifat itu pun lenyap dari tubuh manusia.



Jasad adalah onggokan benda mati. Tak lebih dari itu. Meskipun susunannya sangat canggih. Mulai dari energi yang ‘memadat’ menjadi quark, ‘mengkristal’ menjadi partikel, berkelompok menyusun atom, bergerombol membentuk molekul, bekerjasama menjadi sel, dan seterusnya menjadi jaringan, organ, dan tubuh manusia. Semua itu sekedar ‘benda mati’..!



Kehidupan bukan muncul dari proses pembentukan jasad. Karena ‘kehidupan’ muncul dengan cara yang lain, yang sampai sekarang tetap menjadi misteri bagi siapa pun. Apalagi bagi kalangan penganut ‘materialistik’ yang hanya berkutat di benda-benda tampak. Bahkan, kalangan ‘energial’ yang lebih ‘gaib” dibandingkan penganut ‘materilistik’ pun masih bingung dibuatnya. Sehingga keduanya tak berani menyentuh soal ini. Dan menganggapnya sebagai ‘ilmu gaib’ yang ‘tidak saintifik’.



Sedangkan kalangan ‘psikologis’ lebih maju secara saintifik. Mereka bergerak semakin mendekatinya, meskipun hanya berhenti pada ilmu tentang jiwa. Bukan tentang ruh. Karena ilmu tentang ruh ini memang cuma ‘sedikit’. Persis seperti ‘diklaim’ oleh Allah berikut ini.



QS. Al Israa’ (17): 85

Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".



Nah, karena cuma sedikit itulah maka ilmu tentang ruh ini tidak berkembang. Carilah di seluruh dunia sepanjang peradaban manusia, termasuk manusia modern, perkembangan ilmu tentang ruh sangat lamban. Kalau tidak boleh dikatakan ‘stagnan’.



Ini berbeda dengan ilmu jiwa yang berkembang sangat pesat. Dan, lagi-lagi sesuai dengan ‘klaim’ Allah Sang Pemilik ilmu, bahwa ilmu jiwa itu memang ‘bisa dipikirkan’ dan dieksplorasi. Sehingga bermunculanlah ilmu-ilmu tentang jiwa, seperti: psikologi, psikiatri, psikotronika, psiko-neuro imunologi, psiko-cibernetika, dan lain sebagainya.



QS. Az Zumar (39): 42

Allah memegang JIWA (nafs) ketika matinya dan jiwa yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang DEMIKIAN itu terdapat tanda-tanda (pelajaran) Allah bagi orang-orang yang (mau) BERPIKIR.



Begitulah, ketika berbicara tentang RUH, Allah sudah mengingatkan bahwa ilmunya cuma sedikit. Tetapi, ketika berbicara tentang jiwa malah disuruh memikirkannya. Namun, meskipun ‘sedikit’, TIDAK ADA LARANGAN untuk membicarakan ruh. Misalnya, ‘’berbicara ruh hukumnya haram’’, nggak ada. Silakan saja. Tapi, ilmunya ‘cuma sedikit’ lho ya.. :) Karena itu, supaya aman, tetaplah berpegang kepada informasi-informasi ilahiyah. Bukankah kita memang sedang berbicara tentang sifat-sifat-Nya, dalam skala makhluk..? Sifat-sifat Allah yang bersemayam di dalam diri kita: Sang Ruh.



Sifat Hidup, Sifat Mendengar, Sifat Melihat, Sifat Berkehendak, Sifat Berilmu Pengetahuan, Sifat Mencipta, Sifat Menghancurkan, Sifat Memelihara, dan segala sifat-sifat-Nya yang lain. Apakah bisa dipelajari dan dipahami? Tentu saja bisa. Tapi, pasti nanti akan mentok lho ya..! Karena, ini memang tidak muncul dari benda penyusun tubuh kita. Melainkan dari ‘Sesuatu’ yang ‘meliputinya’.



Sifat ‘Hidup’ itu bukan sifat benda. ‘Mendengar’ itu juga bukan sifat benda. ‘Melihat’ juga bukan sifat benda. ‘Berkehendak’ juga bukan. Demikian pula Berilmu, Mencipta, Memelihara, dan lain sebagainya. Itu adalah sifat ‘Sesuatu’ yang hidup. Berasal dari luar materi dan energi. Materi dan energi cuma ketempatan saja. Dari SIAPA ini sumbernya? [Saya ingatkan jangan ‘keliru bertanya’: dari APA ini sumbernya..? :)] Tentu saja, mudah menjawabnya bagi yang ber-Tuhan, tetapi ‘bikin puyeng’ bagi yang tidak bertuhan… :(



QS. Al Baqarah (2): 255

Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang HIDUP, lagi terus menerus MENGURUS (alam semesta beserta isinya). Tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tidak ada yang dapat memberi pertolongan di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui SEGALA yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka. Dan mereka tidak mengetahui apa pun dari ilmu Allah melainkan yang dikehendaki-Nya. Singgasana (kekuasaan) Allah MELIPUTI langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.



QS. Al An’aam (6): 95

Sesungguhnya Allah MENUMBUHKAN butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang HIDUP dari yang MATI dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah ALLAH, maka mengapa kamu masih berpaling (kepada selain Dia)?



QS. Yunus (10): 31

Katakanlah: "SIAPAKAH yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) PENDENGARAN dan PENGLIHATAN, dan siapakah yang mengeluarkan yang HIDUP dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang MENGATUR segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah: "MENGAPA kamu tidak BERTAKWA (kepada-Nya)?"



Ya, ruh adalah representasi ‘zat ketuhanan’ yang membawa sifat-sifat-Nya. Apakah itu sifat? Sifat adalah INFORMASI yang menceritakan karakteristik sesuatu. Sifat ‘HIDUP’ membawa informasi tentang kehidupan. Sifat MENDENGAR membawa informasi tentang kemampuan untuk memahami lewat gelombang suara. Sifat MELIHAT membawa informasi tentang kemampuan memahami lewat gelombang cahaya. Sifat MENCIPTA membawa informasi tentang kemampuan mengadakan sesuatu dari ketiadaan. Sifat BERKEHENDAK membawa informasi tentang adanya dorongan untuk melakukan apa saja. Dan seterusnya, dan lain sebagainya.



Itulah Sifat Tuhan. Dan kemudian diimbaskan dalam skala makhluk ke dalam seluruh ciptaan-Nya. Sejak kapan? Sejak Dia menciptakan alam semesta. Dan kemudian berkembang menjadi segala macam benda, energi, ruang, waktu dan peristiwa. Informasi Sifat-sifat-Nya telah inheren di dalam seluruh proses itu.



Maka kemana pun kita menghadap, sebenarnya kita berhadapan dengan-Nya. Dengan Zat-Nya, dengan Sifat-sifat-Nya. Dengan ilmu-Nya. Dengan Kehendak-Nya. Dengan apa saja yang terkait dengan-Nya. Karena semua ini memang telah diliputi-Nya. Bahkan semua ini adalah ‘bagian’ dari Eksistensi-Nya, yang kita pahami dalam sudut pandang makhluk yang serba terbatas.



QS. Al Baqarah (2): 115

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka KEMANA pun kamu MENGHADAP di situlah wajah ALLAH. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Berilmu.



QS. An Nisaa’(4): 126

Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah ALLAH Maha MELIPUTI segala sesuatu.



Itulah yang di dalam al Qur’an disebut sebagai kalimat KUN. Kalimat yang mengandung informasi penciptaan yang mengimbaskan sifat-sifat ketuhanan ke dalamnya, dalam skala makhluk. Lantas bergantung kepada makhluk yang diciptakan itu. Seberapa tinggi kualitas kesempurnaannya. ‘Benda mati’ tentu berbeda derajatnya dibandingkan dengan tumbuhan. Juga berbeda lagi tingkat kesempurnaannya dibandingkan hewan. Dan semakin berbeda dibandingkan manusia.



Tetapi semua makhluk itu mengandung sifat-sifat ilahiah. Hanya saja, kemunculan sifat ilahiah itu adalah seiring dengan derajat kesempurnaan desainnya. Kalau makhluk itu tidak punya mata, tentu saja dia tidak bisa merepresentasikan sifat Maha Melihat. Kalau makhluk itu tidak punya telinga, tentu tidak bisa merepresentasikan sifat Maha Mendengar. Demikian pula dengan mulut untuk berbicara, kaki-tangan untuk bertindak, otak untuk berpikir, dan seterusnya.



Manusia menurut Al Qur’an adalah makhluk yang paling sempurna secara desain penciptaan, dibandingkan dengan benda mati, tumbuhan, dan hewan. Bahkan juga dibandingkan dengan malaikat dan iblis yang berkebangsaan jin. Manusia paling komplet merepresentasikan sifat-sifat ketuhanan. Benda mati misalnya, tidak merepresentasikan sifat Maha Hidup. Hewan misalnya, kurang merepresentasikan sifat Maha Berkarya, Maha Berilmu, dan Maha Berkehendak. Malaikat, juga kurang mererepresentasikan sifat Maha Berkehendak dan Mencipta. Dan iblis kurang merepresentasikan sifat Maha Bijaksana. Tetapi manusia, merangkum seluruh sifat-sifat benda mati, tumbuhan, hewan, iblis dan malaikat di dalam dirinya. Sifat-sifat ketuhanan lebih komplet di dalam diri manusia, dan kemudian disebutlah sebagai Ruh-Nya. Tetapi, manusia cuma mendapat ‘sebagian kecil’ saja: dalam skala makhluk.



QS. Al Hijr (15): 29

Maka ketika telah Ku-sempurnakan kejadiannya, dan telah Ku-hembuskan ke dalamnya sebagian ruh-Ku (min ruuhii), maka tunduklah kamu (malaikat dan jin) kepadanya (manusia) dengan bersujud.



Kata ‘min ruuhii’ bermakna ‘sebagian kecil’ ruh-Ku. Dan sejak itulah, manusia membawa sifat-sifat ketuhanan di dalam dirinya. Yang kualitasnya mewujud dalam bentuk jiwa yang beragam sesuai dengan kualitas desain badannya. Ada yang tidak bijak, kurang bijak, lebih bijak, sampai sangat bijak. Ada yang tidak bisa berkarya, lebih bisa berkarya, sampai pandai berkarya. Ada yang tidak berkuasa, lebih berkuasa, sampai sangat berkuasa. Semua itu adalah representasi sifat-sifat ketuhanan di dalam dirinya. Bukan sifat benda-benda penyusun tubuhnya..! Itulah Ruh, yang berisi potensi ilahiah.



Sejak kapan, ruh kemanusiaan ini dihembuskan ke dalam dirinya. Tentu saja sejak ia diciptakan. Kapan tepatnya? Ya, sejak Allah mempertemukan sel sperma dengan sel telur, di dalam rahim maupun di luar rahim. Bayi normal maupun bayi tabung. Sejak saat itulah Allah menghembuskan sebagian ruh-Nya dan meminta jiwanya untuk bersyahadat mengakui Allah sebagai Tuhan dengan segala sifat-Nya. Dan kemudian terekam di alam bawah sadarnya, menjadi sifat-sifat kemanusiaan.



QS. Al A’raaf (7): 172

Dan, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari organ reproduksi mereka (berupa sel telur dan sel sperma). Dan Allah mengambil kesaksian terhadap JIWA (nafs) mereka: "Bukankah Aku ini TUHAN-mu?" Mereka menjawab: "BENAR (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi". (Yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lalai terhadap ini (keesaan Tuhan)",



QS. As Sajdah (32): 9

Kemudian Dia menyempurnakan dan menghembuskan ke dalamnya sebagian ruh-Nya. Dan Dia menjadikan bagi kamu (kemampuan) pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu SEDIKIT SEKALI bersyukur (kepada-Nya).



~ Salam Berupaya Memahami Sifat-Sifat Allah di Dalam Ruh ~

Tidak ada komentar: