Senin, 11 Oktober 2010

-Alexandria, Perpaduan Keindahan & Sejarah ~(mesir 6)





Ebook islam, sholat sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu, web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa solat


Alexandria benar-benar sangat indah. Kota pantai terpanjang di Mesir itu juga menyimpan sejarah yang sangat tinggi nilainya. Sosoknya terpampang jelas sampai kini. Inilah kawasan paling utara Mesir yang menjadi saksi sejarah masuknya peradaban Islam dan Romawi ribuan tahun silam.

Pantainya menghadap ke laut Mediterania yang benar-benar memesona. Pasirnya putih kekuningan, khas padang pasir Timur Tengah. Berbaur dengan bebatuan yang menonjol disana-sini. Saya sempat menyusuri pantainya dengan berkendara mobil, dan mengukur jauhnya. Ternyata panjang sekali, sekitar 25 kilometer. Benar-benar pantai yang sangat eksotik.

Diujung paling barat terdapat benteng Qait Bey ~ sultan dinasti Mamluk yang berkuasa di Mesir dan Suriah tahun 1468-1496 M ~ dan di ujung paling timur ada Taman  Muntazah seluas 155 ha, dimana istana Raja Farouq berada. Raja Farouq adalah keturunan terakhir dari dinasti Muhammad Ali yang menjadi penguasa Mesir sejak abad 19. Raja Farouq digulingkan lewat kudeta militer oleh Gamal Abdul Nasser yang kemudian menggantikannya. Sekaligus mengubah sistem kerajaan menjadi sistem Republik, sejak tahun 1953.

Kudeta militer itu dilakukan, karena Raja Farouq dikenal sebagai raja yang suka berfoya-foya dalam kemewahan. Dan dianggap menghabiskan kekayaan negara untuk berbagai aktifitas pribadinya. Maka ia pun diasingkan ke Monaco, sampai meninggalnya. Disebabkan oleh kebiasaan makannya yang buruk, tubuhnya menjadi sangat gemuk dengan bobot 140 kg. Ia meninggal di atas meja makan, saat jamuan makan di Roma Italia, pada usia 45 tahun.

Asetnya yang sangat banyak dilelang oleh negara, setelah ia meninggal. Dan istananya yang di Alexandria pun dialihkan menjadi milik negara. Kini, Istana Raja Farouq digunakan sebagai tempat menerima tamu-tamu kenegaraan Mesir. Arsitek bangunannya sangat menawan, dan posisinya strategis. Dari sini kita bisa melihat hamparan laut Mediterania yang memesona. Apalagi di sana terdapat jembatan peninggalan Raja Farouq, yang khusus dibangun sebagai tempat untuk menikmati kawasan indah itu, lengkap dengan taman dan gazebonya.

Benteng Qait Bey adalah bangunan pertahanan yang didirikan oleh Sultan Qait Bey untuk menghadang gempuran pasukan Turki, dinasti Usmani. Bangunannya persis di pinggir laut, di bagian daratan yang menjorok. Berada di bagian paling atas, saya menyaksikan air laut yang langsung menghampar luas. Sehingga, memang sangat strategis untuk menghadang pasukan yang datang dari bagian utara, lewat laut.

Terdapat ruang-ruang perlindungan yang berlubang-lubang untuk menyorongkan senjata laras panjang ataupun meriam, menembaki musuh yang datang ketika mereka sudah berada dalam jarak jangkau tembakan. Sangat khas peperangan abad pertengahan. Tentu sekarang sudah tidak berguna lagi, karena bisa diserang dengan menggunakan pesawat terbang dengan bom-bom yang dijatuhkan dari atasnya. Atau, lebih gawat lagi dengan mengunakan peluru balistik yang memiliki daya jangkau ratusan sampai ribuan kilometer. Karena itu, benteng ini tinggal menjadi kenangan masa lalu, dan kini sekedar menjadi museum yang menyimpan sejarahnya.

Obyek menarik lainnya adalah perpustakaan Alexandria, tidak jauh dari benteng Qait Bey. Inilah perpustakaan terbesar dan tertua di dunia, yang menyimpan jutaan buku dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Mulai dari zaman sebelum Masehi sampai zaman modern kini.
Cikal bakalnya dirintis pada tahun 323 SM, ketika kawasan ini dikuasai oleh Alexander The Great. Atau yang kita kenal sebagai Iskandar Zulkarnaen. Karena itu, oleh masyarakat Mesir kawasan ini disebut dengan 2 nama, yaitu Alexandria atau Iskandariyah. Inilah ibukota Mesir di zaman itu. Selama sekitar 1000 tahun Mesir berpusatkan disini. Dan baru dipindahkan ke Kairo oleh Amru bin Ash, ketika Islam masuk ke Mesir pada tahun 621 M.

Iskandar Zulkarnaenlah yang mula-mula membangun kota ini dengan mendatangkan sejumlah arsitek dari Yunani. Maka, kawasan ini sangat terasa selera Romawinya. Dan masih nampak dari berbagai bangunan peninggalannya. Termasuk, gedung theatre tempat adu gladiator yang sempat saya kunjungi. Tiruan gedung Colloseum di Italia, yang sudah ambruk dan berbentuk setengah lingkaran itu.

Iskandar Zulkarnaen memiliki panglima perang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, yaitu Ptolemi 1. Di zaman ptolemi 1 inilah ia mulai membangun perpustakaan yang sangat besar. Sehingga sampai di era Ptolemi 3, jumlah buku dan manuskrip yang ada di dalamnya sudah mencapai sekitar 700.000 buah. Sayang, perpustakan itu dihancurkan oleh Yulius Caesar, saat ia menyerang Mesir pada tahun 38 SM. Tak kurang dari 400.000 buku ludes dilalap api. Meskipun, kemudian Yulius Caesar meminta maaf dan menggantinya dengan menyumbang buku sebanyak 200.000 buah kepada ratu Mesir, Cleopatra, yang kemudian menjadi kekasihnya.

Perpustakaan yang sangat bersejarah itu lantas dibangun kembali pada tahun 1990 atas bantuan UNESCO. Baru selesai pada tahun 2002. Dan menjadi perpustakaan modern terbesar di dunia, dengan biaya sekitar USD 220 juta. Dilengkapi 500 komputer yang bisa mengakses semua buku secara digital, perpustakaan ini bisa menyimpan tak kurang dari 8 juta buku dari berbagai disiplin ilmu. Daya tampung ruangannya sekitar 1.700 orang. Difasilitasi ruang-ruang seminar dan pusat penelitian.

Disini tersimpan buku-buku dari berbagai bahasa, sejak zaman Yunani, Mesir Kuno, zaman keemasan Islam, sampai zaman modern. Diantaranya juga terdapat kitab Hindu dan Budha. Dari perpustakaan ini pula lahir nama-nama besar ilmuwan abad ketiga SM seperti Archimedes yang ahli matematika, Aristarchis yang secara spekulatif menyodorkan teori astronomi Bumi mengelilingi matahari, dan Euclides sang penemu ilmu geometri, matematika dan arsitektur.

Menyusuri kawasan wisata di Alexandria menjadi lebih lengkap dengan berziarah ke makam Luqman el Hakim yang namanya diabadikan dalam kitab suci al Qur’an sebagai nama surat ke-31. Dia adalah ’orang biasa’ yang dipuji-puji oleh al Qur’an karena nasehatnya yang bijak kepada anak-anaknya. Diantaranya, harus berbakti dan memuliakan orang tua, serta hanya bertuhan kepada Allah saja.

Juga masjid Al Abbas Al Mursyi, masjid berarsitektur unik dengan bentuknya yang segi enam dan empat kubah yang menjulang megah ke angkasa. Inilah masjid utama di Alexandria yang mengisi langit kawasan wisata itu dengan seruan ibadah. Al Mursyi adalah guru tasawuf Ibnu Atho’illah pengarang kitab Al Hikam yang banyak dibahas dan dipelajari oleh kalangan salaf di Indonesia.

Mengakhiri kunjungan di Alexandria, kami makan ikan bakar dan seafood di rumah makan yang menghadap ke pantai lepas. Sungguh romantis. Sayang, masakan disini lebih cenderung berasa hambar khas Eropa dan sangat kecut kesukaan orang Mesir. Tidak begitu cocok dengan lidah Indonesia. Apalagi harganya mahal, khas daerah wisata. Enakan makan nasi bebek dengan sambalnya yang pedas di Surabaya: berkeringat dan murah meriah..! (agusmustofa_63@yahoo.com) ~ (Dimuat di Jawa Pos Grup, 2 Juli 2010).
Agus mustofa....




Tidak ada komentar: