Rabu, 06 Oktober 2010

~ Jenazah Digeletakkan di Kamar yang Kedap ~ (mesir 2)



Ebook islam, sholat sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu, web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa solat


Perpaduan tradisi yang kental dan religiusitas masyarakat Mesir tampak ~ salah satunya ~ dari bagaimana mereka memperlakukan jenazah. Di kalangan masyarakat kuno, mayat para tokoh seringkali diawetkan, sebagaimana Fir’aun. Jasadnya tidak dikubur di dalam tanah, melainkan dibalsem dan ditempatkan di dalam ruangan tertentu.

Utuk kalangan bangsawan biasanya ditempatkan di dalam piramid atau bangunan-bangunan khusus semacam itu. Sedangkan kalangan awam ’digeletakkan’ di ruang jenazah sebuah rumah pemakaman, hingga membusuk menjadi tulang belulang. Atau sebagiannya dikubur tanpa nama tanpa batu nisan.

Tradisi itu ternyata bertahan sampai kini. Di Kairo saya melihat kebiasaan seperti itu sebagai tradisi yang dominan. Berbeda dengan di Indonesia atau di Arab Saudi yang lebih suka mengubur jenazah di dalam tanah yang digali, di areal yang terbuka. Di Kairo mereka lebih suka membangun kavling-kavling berpagar tembok tanpa atap. Dan ’menggeletakkan’ jenazahnya di dalam ruangan bawah tanah. Boleh jadi, ini terinspirasi dari makam-makam Mesir kuno semacam Piramid Fir’aun.

Bukan hanya di kawasan baru, di kawasan lama pun demikian adanya. Ketika saya berziarah ke makam Imam Syafii, di sepanjang jalan menuju ke lokasi itu penuh dengan rumah-rumah pemakaman. Bangunannya sudah terlihat tua-tua, dan di dalamnya adabawwab alias penjaga rumah makam, yang seringkali tinggal disitu bersama keluarganya.

Di Kairo, sebagian besar areal pemakaman berisi bangunan-bangunan seperti itu. Mirip sebuah kawasan perumahan, atau real estate. Di dalam rumah-rumah yang luasnya sekitar 40 meter persegi itulah jenazah-jenazah ‘dimakamkan’ tanpa dikubur. Hanya digeletakkan di dalam ruangan bawah tanah. Bedanya dengan perumahan, rumah-rumah mungil itu tidak ada atapnya. Jadi seperti petak kavlingan berbatas pagar tinggi.

Namun demikian pintu masuknya dihiasi dengan ornamen-ornamen yang indah khas Mesir. Di atas pintu masuk atau kadang di dinding samping pintunya diberi batu berpahatkan nama pemilik ‘rumah masa depan’ itu. Di bagian dalam pintunya yang mungil terdapat areal terbuka yang dibagi menjadi beberapa petak fungsi. Salah satunya adalah semacam tempat istirahat yang dilengkapi dengan beberapa kursi. Di bagian ini ada atapnya, mirip sebuah gazebo.

Tetapi, selebihnya adalah daerah terbuka, yang di salah satu bagiannya ada pintu besi menuju ke ruangan bawah tanah. Pintu besi itu cukup berat, dan menutup kedap ruangan di bawahnya. Lebar tangganya hanya cukup untuk masuk dua orang berjejer. Kurang lebih ada 5-6 anak tangga menuju ke ruang bawah tanah. Dan kemudian kita akan menemukan ruang-ruang jenazah. Ruang jenazah laki-laki disendirikan. Demikian pula ruang untuk perempuan, dan anak-anak.

Lazimnya, ruang bawah tanah itu dibagi menjadi 3 ruangan tersebut. Akan tetapi, milik Muhammad Dardeerie yang sempat saya lihat, cuma berisi dua ruangan saja, yaitu untuk lelaki dan wanita dewasa. Masing-masing berukuran sekitar 3x3 meter. Sedangkan untuk anak-anak, dipisahkan di ruang bawah tanah yang lain, di kavling yang sama.

Lelaki Mesir berusia 65 tahun itu sedang membangun rumah makam keluarga. Ia membelinya dari orang lain, dan kemudian memugar sesuai dengan keinginannya. Jadi, tempat itu sudah pernah dihuni oleh jenazah-jenazah terdahulu. Akan tetapi, karena berganti pemilik, maka tulang-belulang jenazahnya sudah disingkirkan dan ditanam di luar kavling tersebut, sesuai dengan keinginan pemilik lama.

Rumah makam seperti itu, memang dimiliki oleh seseorang. Dan bisa digunakan secara privat untuk keluarganya atau untuk pemakaman umum. Yang untuk pemakaman umum, biasanya dimiliki oleh para syekh atau lembaga-lembaga amal. Pemakaman milik para syekh bisa digunakan oleh siapa saja yang menjadi jamaahnya, dengan membayar biaya sangat murah, dibandingkan harus membeli kavling berharga puluhan ribu pound. Para jamaah cuma membayar 50 LE (Pound Egypt) atau sekitar Rp 85.000,- saja. Satu pound Mesir sekitar Rp 1.700,-

Seorang mahasiswa Indonesia pernah memanfaatkan jasa rumah pemakaman tersebut. Yakni, ketika anaknya yang terlahir di Kairo meninggal dunia. Karena ia tidak punya rumah pemakaman, maka ia pun menghubungi syekh yang menjadi imam di masjid dekat tempat tinggalnya. Ia cukup membayar 50 LE, dan sudah diperbolehkan untuk ‘menguburkan’ jenazah anaknya di rumah makam tersebut. Yang demikian, bukan hanya berlaku buat dia, melainkan buat siapa saja dari jamaah masjid yang tidak memiliki rumah pemakaman.

Jenazah anak yang masih bayi itu dimandikan di rumah sakit, dan kemudian dishalatkan di masjid dekat rumahnya, dipimpin oleh sang Syekh. Di Mesir, katanya, tidak ada shalat jenazah yang diselenggarakan di rumah. Mesti di masjid. Dan, biasanya dikuburkan sesudah waktu Zhuhur. Selain karena tradisi yang sudah turun temurun, hal itu juga disebabkan model perumahan di Mesir yang berbentuk apartemen bertingkat-tingkat. Tentu sangat merepotkan jika diselenggarakan di rumah. Apalagi jika tempat tinggalnya di lantai atas. Ruangan apartemen sangatlah terbatas luasnya.

Setelah dirawat sesuai dengan syariat Islam, maka jenazah bayi itu dimakamkan di salah satu ruang jenazah yang khusus anak, milik syekh. Di ruang bawah tanah, ada tiga ruangan. Satu untuk dewasa laki-laki. Satu untuk dewasa perempuan. Dan satu lagi untuk anak-anak.
Di dalam ruangan berukuran sekitar 3 x 3 meter itu sudah terdapat beberapa mayat sebelumnya yang sudah membusuk. Sebagian lagi tinggal tulang belulang berbungkus kain putih. Setiap mayat diletakkan membujur dengan menghadap ke kiblat. Di Mesir kiblatnya ke arah timur-selatan. Karena negeri ini berada di utara Mekah, agak ke barat. Jadi, kepala jenazah ada di bagian selatan-barat, dan kakinya di bagian timur-utara. Miring ke kanan.

Tidak ada lubang yang disiapkan untuk mengubur jenazah bayi itu. Hanya lantai batu yang poris bertabur pasir, sehingga bisa meresapkan cairan yang meleleh. Jenazah dijejerkan ke arah kiblat seperti berbaris, di atas lantai, dan kemudian ditaburi tanah pasir yang ada di ruangan itu. Kemudian didoai bersama, dipimpin oleh syekh.

Siapa saja boleh masuk ke ruang jenazah itu, terutama para kerabat. Tetapi, karena ruangan yang tersedia tidak terlalu besar, maka praktis hanya sekitar 4-5 orang saja yang bisa mengantar jenazah sampai di ruang peristirahatan terakhir itu. Itu pun bagi siapa yang kuat menahan bau busuk mayat yang sangat menyengat dari penghuni terdahulu. Sejak pintu ruang bawah tanah dibuka, bau busuk sudah menyambar hidung dengan sangat kuatnya. Kekedapan pintu besi itulah yang menyebabkan ruangan terbuka di atasnya tidak terkontaminasi bau mayat. Akan tetapi, begitu dibuka, banyak yang tidak sanggup bertahan, dan kemudian keluar menjauh. Terutama jika ada jenazah yang masih relatif baru.

Jika, ruang bawah tanah itu sudah penuh dengan jenazah, maka jenazah yang paling lama biasanya yang disingkirkan. Tulang-belulangnya dibungkus kain kafannya dan kemudian diikat seperti bungkusan karung untuk ditanam di bagian lain kavling pemakaman itu, yang disebut sebagai ’lubang tulang belulang’. Proses ini dilakukan oleh penjaga makam tanpa pemberitahuan kepada keluarganya, karena jenazah-jenazah itu memang tidak diberi nama. Sehingga tidak diketahui lagi milik keluarga yang mana.

Makam yang punya nama, disini kebanyakan hanya dimiliki oleh para tokoh atau pun orang-orang kaya yang bisa membeli rumah makam secara pribadi. Para ulama-ulama besar terdahulu dan tokoh-tokok sosial politik, adalah diantara mereka yang makamnya masih dirawat dan diziarahi oleh pengagumnya. Sedangkan selebihnya, hanya menjadi sebungkus onggokan yang disatukan ke dalam ’lubang tulang belulang’ bersama jasad-jasad lainnya yang tanpa nama.

Maka, begitulah nasehat kitab suci al Qur’an, agar setiap kita  menjadi orang yang bermanfaat sebesar-besarnya sepanjang hidup. Agar kelak setelah mati, tidak sekedar menjadi onggokan tulang belulang tanpa nama. Melainkan, masih ’tetap hidup’ selamanya karena memberikan manfaat kepada manusia yang ditinggalkannya. Sebagaimana para nabi yang telah membimbing umatnya ke jalan Tuhan...

QS. Ash Shaaffaat (37): 108
Dan Kami abadikan untuk dia  (pujian yang baik) pada generasi-generasi sesudahnya...
 Agus Mustofa
(Dimuat di Jawa Pos Grup, 4 Juni 2010)

Ebook islam, sholat sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu, web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa solat



Tidak ada komentar: