Selasa, 05 Oktober 2010

~ ’Harga’ Wanita Sangat Mahal ~


Ebook islam, sholat sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu, web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa solat


            Beberapa bulan yang lalu, Pak Dahlan Iskan – CEO Jawa Pos waktu itu – menghubungi saya per telpon. Saya sedang dalam perjalanan menuju Bandara Juanda mengantar anak kedua saya untuk pulang ke Australia, seusai liburan sekolah.
            ’’Anda tidak ingin tinggal di Timur Tengah, selama setahun?’’ tanya Pak Dahlan di seberang sana. Saya agak terkejut mendengar pertanyaan yang tiba-tiba itu. ’’Di negara mana? ’’ tanya saya. ’’Di Arab Saudi,’’ sebutnya. Saya tercenung beberapa saat. Lantas, saya menawar begini: ’’Daripada Arab Saudi, saya lebih memilih Mesir.’’
            Terdengar suara tertawa pendek di seberang sana. Disambung komentar,’’ O ya, tentu saja Anda lebih memilih Mesir, karena akan bisa lebih bebas dalam mengembangkan pemikiran disana...’’
            Itulah background-nya, kenapa sekarang saya berada di Mesir. Negara yang terkenal dengan budayanya yang sudah berumur ribuan tahun. Sudah beberapa hari ini saya berada di Negeri Seribu Menara itu (5 bulan lalu pen.). Negeri yang demikian banyak menara masjid bermunculan dimana-mana, tetapi sekaligus membuka diri kepada dinamika kehidupan modern yang cenderung liberal. Insya Allah, saya akan tinggal disini dalam kurun setahun ke depan.
Saya ingin belajar banyak hal, mulai dari bahasa, budaya, sosial, religiusitas, sejarah, dan perkembangan peradaban yang sangat menarik. Supaya, inspirasi saya sebagai seorang penulis tidak lekas kering. Dan Insya Allah saya akan menuliskan pengalaman-pengalaman saya itu di koran Jawa Pos secara berkala, setiap Minggu. Selain itu, saya juga masih menulis buku-buku Serial Diskusi Tasawuf Modern yang terbit setiap 3 bulan sekali sebagaimana biasa.
Minggu lalu saya baru tiba di Kairo. Hari pertama langsung saya gunakan huntingapartemen, untuk tempat tinggal selama setahun ke depan. Dan baru di hari kedua saya memperoleh apartemen yang saya butuhkan. Di kawasan Distrik 7 atau yang lebih dikenal sebagai Hayyi Sabi’.
Itu adalah sebuah apartemen yang strategis, di pojok perempatan jalan raya, di persimpangan pertokoan yang ramai. Saya sengaja memilih kawasan seperti itu agar bisa merasakan denyut kehidupan kota Kairo. Pemiliknya adalah keluarga dokter yang baik hati. Mereka tinggal tidak jauh dari apartemen saya, hanya beberapa blok saja. Yaitu kawasan Abbas el Aqqad, kawasan bisnis yang juga sibuk.
Meskipun sudah memperoleh apartemen untuk tinggal permanen, saya tidak bisa langsung menempatinya. Saya harus menunggu beberapa perbaikan fasilitas yang dijanjikannya. Diantaranya, AC ruangan yang kurang dingin, fungsi parabola, dan jaringan internet yang baru siap seminggu kemudian.
Maka, selama beberapa hari ini saya tinggal di Graha Jatim, milik perkumpulan Mahasiswa Jawa Timur. Graha ini hibah Gubernur Jatim Imam Utomo, waktu itu. Disinilah sejumlah tamu Indonesia biasa transit, sebelum memperoleh tempat tinggal permanen. Di album fotonya terpampang sejumlah tokoh, diantaranya KH. Abdullah Syukri Zarkasyi MA, sesepuh pondok modern Gontor; Prof Dr Zamroni, Dirjen Pendidikan Indonesia beserta keluarga; Muhammad Muhajir, Atase Pendidikan & Kebudayaan KBRI di Belanda beserta keluarga; keluarga Atase Pertahanan KBRI Arab Saudi; dan keluarga Duta Besar RI di Aljazair. Sedangkan dari kalangan artis, terpampang foto Minati Atmanegara dan Didi Petet, saat syuting film ’Ketika Cinta Bertasbih’ yang diadaptasi dari novel karya Habiburrahman El Shirazi.
Saat negosiasi apartemen yang hendak saya sewa, saya didampingi sejumlah mahasiswa al Azhar. Kami ditemui oleh pemiliknya, dr Sayyid beserta istri. Pasangan suami istri yang berpostur tinggi besar itu sangat baik hati, dengan tutur kata khas orang-orang berpendidikan. Sehingga, negosiasi berlangsung gayeng.
Yang menarik, sang istri sangat dominan ketika bernegosiasi. Sedang sang dokter lebih banyak berdiam diri. Hanya sesekali dia menimpali, untuk menegaskan penjelasan sang istri. Ternyata ini ada kaitannya dengan tradisi Mesir terhadap kepemilikan rumah. Di Mesir, rumah adalah hak istri. Hadiah sepenuhnya yang diberikan oleh seorang suami kepada istri ketika menikah. Karena itu, pengelolaannya juga terserah kepada istri. Termasuk apartemen yang saya sewa itu.
Mulai dari menjelaskan segala fasilitas yang tersedia sampai menerima pembayaran sewa, semuanya dilakukan sang istri. Sedangkan suami tinggal tanda tangan saja, ketika semua negosiasi telah disepakati. Ini berbeda dengan di Arab Saudi, dimana perempuan kalah dominan dibandingkan suami. Semua urusan terserah kepada suami. Istri tinggal menerima belanja dari suami untuk segala keperluannya. Sampai-sampai kawan saya – seorang tour guide – yang lama tinggal di Arab Saudi mengatakan, tugas seorang wanita disana hanyalah di seputar kamar tidur, dapur, dan meja rias.
Di Mesir ~ yang notabene negara Arab, dominan Islam ~ lebih maju. Saya melihat, wanita lebih bebas melakukan berbagai aktifitas. Termasuk menyetir mobil di jalan raya. Sangat banyak saya temui, wanita yang berkendara sendirian atau bersama anak-anaknya. Bahkan banyak yang sambil menempelkan handphone di telinganya. Meskipun yang demikian ini, kalau ketahuan polisi bakal ditilang. Tapi, wanita muslim maupun non muslim memperoleh pernghargaan yang istimewa di sini.
Pemerintah memberikan perlindungan yang sangat baik kepada perempuan. Bahkan kadang terasa berlebihan. Seorang mahasiswa al Azhar sempat ditangkap polisi, hanya gara-gara kesalahpahaman dikira melecehkan seorang wanita. Ketika itu, si mahasiswa turun dari apartemennya menggunakan lift. Dalam waktu bersamaan, ada seorang anak perempuan kecil yang bermain-main tombol lift itu. Setiap lantai ia pencet tombolnya, sehingga lift tidak bisa segera sampai di bawah. Anak kecil itu di setiap lantai selalu keluar sebentar, kemudian masuk lagi.
Si mahasiswa agak gemas melihat kebengalannya. Lantas menegur si anak. Sesampai di lantai dasar, anak tersebut keluar sambil menangis, dan ternyata melapor kepada ibunya yang ada di situ. Sang ibu pun marah kepada si mahasiswa. Dan kemudian sempat adu mulut. Di luar dugaan, sang ibu melapor kepada polisi. Dan si polisi benar-benar datang menangkap mahasiswa itu. Lantas, menahannya sampai beberapa minggu tanpa proses hukum. Benar-benar sial nasibnya. Untung, akhirnya bisa dinegosiasi oleh pihak Kedutaan...
Meskipun di dunia politik wanita Mesir masih belum memperoleh tempat yang layak, di dunia pendidikan dan sosial mereka dihormati. Tidak sedikit dokter ataupun Doktor wanita yang mengajar di perguruan tinggi misalnya. Di dalam bis umum pun, mereka mendapat perlakuan yang baik. Beberapa baris kursi depan diutamakan untuk wanita. Para lelaki selalu mengalah, dan segera berdiri ketika ada penumpang wanita yang tidak kebagian tempat duduk. Tidak masalah mereka bepergian sendirian ~ naik kendaraan umum, mobil pribadi, ataupun berjalan kaki.
            Dalam perkawinan, wanita Mesir memperoleh posisi tawar yang sangat kuat. Lelaki tidak memiliki hak atas rumah dan isinya. Sejak menjelang pernikahan, pihak orang tua wanita lazim meminta mahar dalam jumlah sangat besar, yakni: rumah atau apartemen dengan segala perabotnya. Jika tidak bisa, maka perkawinan dapat dibatalkan. Meskipun secara hukum dan agama sudah sah.
            Karena itu, banyak lelaki yang mengeluhkan tradisi tersebut. Mereka merasa berat harus membeli rumah dan segala perabotnya, yang bernilai puluhan atau ratusan ribu pound sebagai syarat pernikahan. Tidak heran di Mesir banyak lelaki melajang, dan baru menikah ketika usia sudah cukup tua. Yaitu, saat mereka sudah mapan secara ekonomi dan bisa membeli rumah dengan segala isinya. Mereka lantas menikah dengan perempuan-perempuan yang jauh lebih muda. Adalah lazim menemukan pasangan suami istri yang usianya berbeda jauh seperti itu. Sang suami sudah tua, istrinya masih muda, dan anak-anaknya masih balita.
            Maka, tak sedikit lelaki Mesir yang ingin kawin dengan wanita non Mesir, termasuk mahasiswi Indonesia. Bukan hanya karena murahnya menikah dengan wanita non Mesir, melainkan juga posisi tawar lelaki di dalam rumah tangga yang sangat lemah ketika mengawini wanita Mesir. Betapa tidak, sebelum menikah mereka harus bisa mengumpulkan biaya mahar ribuan pound untuk membeli rumah dan segala isinya. Dan ketika menikah, semua itu dihadiahkan kepada pihak keluarga istri, diatasnamakan keluarganya ataupun istrinya. Dan ketika terjadi perceraian, sang suami bakal jatuh miskin, karena diusir oleh istrinya dari rumah yang dibelinya, keluar hanya dengan berbekal pakaian seadanya..! (Dimuat di Jawa Pos Grup, 26 Mei 2010)
Agus Mustofa


Ebook islam, sholat sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu, web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa solat

1 komentar:

jasa77 mengatakan...

banyak artikel manfaat yg bisa didapat pada blog ini, nice blog, smoga bisa terus maju, sukses selalu yah mas,

salam kenal.
www.jasa77.com