Kamis, 11 November 2010

~ MAHASISWA AL AZHAR ‘LUMAYAN SAKTI’ ~(mesir 18)

Ebook islam, sholat sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu, web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa solat


Beberapakali saya membuktikan, mahasiswa al Azhar memang ‘lumayan sakti’ di Mesir. Banyak hal bisa diatasi dengan berbekal status mahasiswa salah satu kampus tertua di Dunia itu. Mulai dari urusan menawar barang di pasar, masuk kawasan wisata, mengurus visa, sampai pada urusan dengan polisi.

Ada dua hal yang menyebabkan para pelajar dan mahasiswa memperoleh tempat istimewa dalam masyarakat Mesir. Yang pertama, karena masyarakat Mesir sangat menghargai pendidikan. Hal-hal yang terkait dengan pengembangan ilmu memperoleh penghargaan yang baik. Sehingga harga buku di Mesir misalnya, sangatlah murah dikarenakan memperoleh subsidi dari pemerintah. Suzane Mubarak, isteri presiden Hosni Mubarak menjadi tokoh utama di balik langkah pemerintah menyubsidi buku-buku literatur pendidikan itu.

Yang kedua, masyarakat Mesir sangat menghargai agama Islam. Karena itu, sekolah di Fakultas Agama Islam Al Azhar digratiskan. Tentu saja ada seleksi masuk yang cukup ketat. Pemerintah memberikan subsidi yang besar untuk mencetak ulama-ulama, khususnya di Universitas Al Azhar. Sedangkan di fakultas lain, selain Agama Islam, mahasiswa tetap diwajibkan membayar sebagaimana biasa.

Dua hal itulah yang menyebabkan mahasiswa Al Azhar memperoleh tempat khusus di kalangan masyarakat. Banyak fasilitas yang bisa mereka peroleh, terutama ketika terkait dengan berbagai fasilitas umum, atau pun kasus-kasus tertentu. Apalagi, kalau mereka sampai menyebut nama ulama terkenal yang menjadi gurunya. Kontan, urusan yang berbelit menjadi mudah.

Masyarakat Mesir memang sangat menghargai ulamanya. Sehingga, presiden Hosni Mubarak pun memberikan kedudukan politis yang sangat tinggi kepada Grand Sheikh Al Azhar, yakni setingkat perdana menteri atau setidak-tidaknya wakil presiden. Meskipun, pada prakteknya, itu lebih bersifat simbol kenegaraan. Dan menjadi semacam ’alat legitimasi’ politis bagi penguasa. Namun, hampir setiap kunjungan kenegaraan dari negara sehabat belum merasa lengkap jika belum bertemu dengan Grand Sheikh.

Pertamakali datang ke Mesir beberapa bulan lalu, saya sudah merasakan bantuan kawan-kawan mahasiswa Al Azhar. Yakni, ketika menyewa apartemen, membeli mobil, dan memperpanjang visa. Urusannya tergolong lancar dan cepat.

Kebanyakan penyewa apartemen memang kalangan mahasiswa, atau pekerja. Dibandingkan dengan penyewa dari kalangan pekerja, kalangan mahasiswa seringkali memperoleh kemudahan. Para pemilik apartemen cenderung memberi perhatian lebih. Apalagi, kebetulan, pemilik apartemen yang saya sewa itu adalah seorang dokter dan dosen di Al Azhar. Tentu, prosesnya menjadi mudah dan lancar.

Demikian pula, ketika membeli dan mengurus mobil. Saya mengatasnamakan kepemilikan mobil itu dengan nama seorang mahasiswa. Dengan cara itu, berbagai urusan surat menyurat menjadi lebih mudah. Dengan berbekal kartu pelajar, visa pelajar, dan SIM yang juga berstatus pelajar, maka urusan di kepolisian tidak berlarut-larut. Hanya dalam hitungan jam saja, surat-surat kendaraan sudah selesai.

Yang agak rumit adalah saat pengurusan visa. Saat masuk ke Mesir, saya memang hanya menggunakan visa turis yang diurus langsung di bandara Kairo, saat kedatangan. Namanya visa on arrival. Visa ini hanya berlaku selama satu bulan. Jika saya tidak memperoleh perpanjangan izin tinggal lagi, maka saya harus meninggalkan Mesir. Padahal saya ingin tinggal disini selama setahun.

Ada tiga pilihan jenis visa yang bisa saya dapatkan. Yang pertama adalah visa turis. Visa jenis ini tidak dikeluarkan untuk kurun waktu yang lama. Paling lama hanya 3 bulan. Yaitu dengan cara memperpanjang setiap bulan, sampai tiga kali. Keberhasilan pengurusan jenis visa ini, bergantung kepada mood pegawai imigrasinya. Sudah sangat terkenal, orang Arab termasuk yang di Mesir, suka ’angin-anginan’ dalam pelayanan. Kalau, pas ’angin baik’, mereka memudahkan. Dan, kalau pas ’angin buruk’, mereka bakal mempersulit, tanpa alasan yang jelas. Kawan saya di KBRI menceritakan, tamu-tamunya banyak yang kesulitan memperoleh visa turis. Padahal, sudah menggunakan surat pengantar dari KBRI.

Jenis visa yang kedua, adalah visa pekerja. Yang ini lebih sulit lagi. Harus ada jaminan dari majikan atau perusahaan tempat dia akan bekerja di Mesir. Banyak yang gagal, sehingga menggunakan ’jalan belakang’. Tetapi, jika ketahuan mereka akan dideportasi keluar Mesir, setelah terlebih dahulu dipenjarakan atau pun didenda. Sejumlah pekerja Indonesia mengalami kejadian yang tidak mengenakkan itu.

Dan jenis yang ketiga adalah visa pelajar. Inilah visa yang paling dihargai oleh pemerintah Mesir. Mereka memberikan banyak kemudahan kepada siapa saja yang memegang visa pelajar. Visa jenis ini berlaku selama masa studi. Syaratnya, kita harus memperoleh surat pengantar dari lembaga dimana kita mau belajar.

Awalnya, Mesir ’mengobral’ visa pelajar. Lembaga pendidikan apa saja, mulai dari lembaga kursus, sekolah swasta, universitas terbuka, sampai Al Azhar yang berstatus negeri, boleh mengeluarkan surat pengantar untuk pengurusan visa pelajar. Sehingga banyak sekali yang memanfaatkannya, meskipun mereka datang ke Mesir bukan untuk belajar. Dengan memegang visa pelajar itu, seseorang bisa memperoleh banyak fasilitas yang menguntungkan, mulai dari penginapan, transportasi, sampai tiket masuk ke tempat-tempat wisata dengan harga yang jauh lebih murah.

Namun beberapa tahun terakhir ini, pemerintah menyadari, ternyata banyak pendatang yang menggunakan visa pelajar, meskipun mereka bukan pelajar. Maka sejak itu, pengurusan visa pelajar menjadi sangat sulit. Hanya lembaga dengan kredibilitas tinggi saja yang bisa memberikan surat pengantar untuk pengurusannya. Dan, kredibilitas tertinggi tetap dipegang oleh Universitas Al Azhar.

‘’Kalau sudah berlabel Al Azhar, pemerintah pun memberikan kemudahan tanpa banyak pertanyaan lagi,’’ kata kawan saya, mahasiswa S2 disini. Saya yang memiliki visa pelajar kampus terbesar di Mesir itu memang lantas bisa membuktikan, memegang identitas mahasiswa Al Azhar ternyata ‘lumayan sakti’ untuk menyelesaikan berbagai urusan... (agusmustofa_63@yahoo.com/ Dimuat di Jawa Pos Grup, 17 Oktober 2010).

Tidak ada komentar: