Senin, 15 November 2010

~ SATU-SATUNYA MASJID ’BERBAHASA ASING’ ~9MESIR 20)

Ebook islam, sholat sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu, web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa solat


Saat berada di kota Aswan, 900 km selatan Kairo, saya menerima telpon dari seorang sahabat saya. Dia adalah Burhanuddin Badruzzaman, Conselor Minister di KBRI, Kairo. Waktu itu, puasa Ramadan baru berjalan beberapa hari. Saya diminta untuk memberikan ceramah Nuzulul Qur’an di masjid milik Kedutaan RI: Masjid Indonesia-Kairo, tanggal 17 Ramadan 1431H.

Sayang, saya tidak bisa memenuhinya. Karena, saya sedang melakukan Ekspedisi Sungai Nil selama sebulan penuh, dari awal Ramadan hingga akhir. Ia yang ketua takmir masjid milik KBRI itu, lantas meminta saya untuk menggantinya dengan mengisi Khutbah Idul Fitri saja. Dan kemudian saya menyanggupinya. Karena, sesuai rencana, insya Allah di hari raya itu saya sudah balik ke Kairo. Maka, ia pun mengirim surat undangan resmi dari KBRI untuk memastikan jadwal khutbah saya.

Memang, selain sebagai Conselor Minister, ia diamanati oleh jamaah Masjid Indonesia-Kairo sebagai ketua takmir. Diplomat yang pernah beberapa tahun bertugas di KBRI Iran itu dianggap memiliki kepedulian besar untuk memajukan kegiatan-kegiatan Islami di kalangan masyarakat Indonesia dimana ia berada.

Selama bulan Ramadan, masjid yang berada di kawasan Dokki, bagian Barat Daya kota Kairo itu mengadakan berbagai macam kajian keagamaan. Mulai dari ceramah tarawih sampai pada kajian-kajian yang lebih khusus dan mendalam. Pengisinya adalah para ustadz dan ustadzah Indonesia yang kebetulan sedang berada di Mesir.

Jika sedang tidak ada tamu dari Indonesia, mereka memanfaatkan mahasiswa-mahasiswa S-2 atau S-3 yang juga aktif dalam berbagai kegiatan diskusi di masjid tersebut. Sebagian besar jamaahnya adalah mahasiswa al Azhar dari berbagai strata pendidikan. Dan sebagiannya lagi adalah keluarga besar KBRI Mesir di Kairo. Di kawasan Dokki itulah sebagian besar diplomat Indonesia tinggal. Diantaranya, apartemen Burhanuddin Badruzzaman, ketua takmirnya, berada persis di depan masjid.

Sebelum Ramadan saya sudah pernah mengisi acara kajian di masjid yang sebagian besar jamaahnya adalah orang Indonesia tersebut. Saat itu bertepatan dengan peringatan Isra’ Mi’raj. Saya menyampaikan materi dari buku saya yang berjudul ’Terpesona di Sidratul Muntaha’. Sebuah kajian scientific atas perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Palestina, kemudian dilanjutkan ke puncak langit berdimensi sembilan yang dikenal dengan nama Sidratul Muntaha. Perjalanan sangat dahsyat yang menempuh jarak ribuan kilometer, ditambah lintas dimensi di alam paralel itu, ditempuh hanya dalam waktu tidak sampai semalam.

Tentu saja, ’materi berat’ itu lantas menjadi bahan diskusi yang menarik selama sekitar 3 jam. ’’Sudah lama kami mendengar nama Anda yang sayup-sayup sampai ke negeri Mesir, dan ingin melakukan diskusi seperti ini,’’ kata Burhanuddin seusai acara diskusi. Sampai kemudian dia mengundang saya untuk memberikan ceramah Nuzulul Qur’an yang berganti dengan Khutbah Idul Fitri itu.

Masjid Indonesia-Kairo tergolong masjid yang aktif, karena di masjid ini juga terdapat sekolah untuk anak-anak Indonesia. Termasuk di dalamnya ada kegiatan Pusat Kebudayaan Indonesia. Sehingga tidak sebagaimana masjid lainnya di Mesir yang tutup seusai shalat fardhu, masjid ini cukup ramai sepanjang hari.

Yang menarik, adalah saat hari Jumat. Masjid yang berada di kawasan elit ini juga menjadi tempat shalat Jumat yang ramai. Maklum di Mesir jumlah masjid memang sangat banyak, termasuk ada masjid tertentu yang kurang aktif. Tak kurang dari 4000 masjid terdapat di kota Kairo. Bahkan, di seluruh Mesir ada sekitar 24.000 masjid, yang semuanya berada di dalam kendali Kementerian Wakaf alias Kementerian Agama.

Masjid Indonesia-Kairo adalah masjid yang paling unik. Karena, inilah masjid satu-satunya yang menggunakan ’bahasa asing’ dalam khutbah Jumatnya. Jika, seluruh masjid di Mesir menggunakan bahasa Arab, maka di masjid yang berada di kawasan bisnis ini menggunakan bahasa Indonesia. Tentu saja ini menjadi bahasa asing bagi masyarakat Mesir. Karena pada waktu shalat Jumat, jamaahnya bukan hanya terdiri dari orang Indonesia. Melainkan, siapa saja umat Islam yang sedang berada di kawasan itu.

’’Sehingga, agar tidak membuat jamaah kecele, di depan masjid kami pasangi papan bertuliskan khutbah jum’ah billughoti al indunisiyah, alias khutbah Jum’at dalam bahasa Indonesia,’’ papar Burhanuddin, lantas tertawa. Ini menurutnya perlu diumumkan, karena masjid-masjid di berbagai kedutaan negara lain tetap menggunakan bahasa Arab ketika khutbah Jumat. Keputusan ini, selain dikarenakan banyak orang Indonesia yang menjadi jamaahnya, Pusat Kebudayaan KBRI disini juga bermaksud untuk memperkenalkan bahasa dan budayanya kepada masyarakat Mesir. (agusmustofa_63@yahoo.com/ dimuat di Jawa Pos, 7 November 2010)

Tidak ada komentar: