Selasa, 16 November 2010

TENTANG IDUL ADHA

Ebook islam, sholat sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu, web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa solat




Pertanyaan Fatchul Mu’in, lewat email:
Cak Agus kalau di Indonesia hari rayanya Selasa apa tidak mendahului Mekah? Imamnya itu Indonesia apa Mekah? Sedangkan Waktu/ Hari itu relatif dari mana kita memulai titik nol garis bujurnya.Terima kasih atas jawabannya.

Jawaban saya:
Wuquf di Arafah diselenggarakan sejak Zhuhur sampai Maghrib, pada 9 Zhulhijjah, yang bertepatan dengan 15 November 2010.

Pada saat jamaah haji wuquf di Arafah (sekitar pk 11.30 s/d jam 17.30), berarti di Indonesia jam 15.30 s/d 21.30, pada hari yang sama. Puasa Arafah yang kita lakukan masih bisa bersamaan dengan orang-orang yang sedang wuquf. (Bersamaan / overlap sekitar 2-3 jam).

Bandingkan dengan kalau kita berpuasa Arafah besoknya, pada tanggal, 16 November. Berarti, jamaah haji sudah meninggalkan Arafah pada saat Maghrib, waktu Arab Saudi.

Saya lebih memilih berpuasa Arafah saat mereka wuquf di Arafah daripada berpuasa Arafah saat jamaah Haji sudah meninggalkan padang Arafah. Karena, ketika jamaah sudah meninggalkan Arafah, itu berarti sudah masuk tanggal 10 Dzulhijjah. Dan kita tahu, bahwa berpuasa di hari Tasyrik, 10 - 13 Dzulhijjah, hukumnya adalah haram.

Jadi, lebih baik melaksanakan shalat Id hari Selasa,16 November dari pada Rabu, 17 November, dengan dua alasan:
  1. Pelaksanaan waktu puasa dan shalat Id-nya berlangsung pada hari yang sama dengan jamaah haji di tanah suci – meskipun ada beda waktu 4 jam.
  2. Tidak terkena hukum haram, dikarenakan berpuasa di hari tasyrik.

~ salam ~


~ SOAL PENENTUAN BULAN BARU ~

Ada hal yang mesti kita cermati tentang penetapan ’Bulan Baru’, yang selama ini menjadi sumber perdebatan berkepanjangan. Dan, kemudian berdampak pada penetapan awal Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha. Apa yang saya sampaikan ini tentu jangan dianggap sebagai ‘kebenaran mutlak’, melainkan sekedar sebagai wacana untuk mengklarifikasi masalah berkepanjangan yang selama bertahun-tahun tidak kunjung selesai, di Indonesia.
  1. Penetapan akhir bulan atau awal bulan dilakukan pada saat waktu maghrib. Yakni ketika matahari tenggelam, di ufuk barat akan kelihatan ‘bulan sepotong’ alias hilal, jika memang sudah waktunya bulan baru.
  2. Jika tidak kelihatan, maka usia bulan yang sedang berjalan digenapkan menjadi 30 hari. Khususnya dalam kasus bulan Ramadan. Sehingga, meskipun besoknya sudah 1 syawal, kita tetap menggenapkan puasa Ramadan. Dan baru pada tanggal 2 syawal melakukan shalat Idul Fitri.
  3. Kenapa demikian? Karena Rasulullah mengajarinya demikian: diperintahkan untuk menggenapkan jika tidak terlihat hilal. Jadi, sebenarnya, pokok masalahnya bukanlah 1 syawalnya, melainkan ’Bulan Ramadan’nya. Karena, usia bulan dalam kalender Hijriah hanya 29,5 hari. Maka, jika ’setengah harinya’ muncul di awal, kita akan berpuasa 29 hari. Tapi jika ’setengah harinya’ muncul di belakang, kita diperintahkan untuk menggenapkan berpuasa menjadi 30 hari. Padahal, besoknya itu sebenarnya sudah tanggal 1 syawal. Dan, itu tetap dipakai sebagai patokan untuk menentukan bulan berikutnya: Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dst. Sehingga penanggalannya tidak bergeser karenanya.
  4. Yang sering menjadi perdebatan adalah: antara wilayah timur dengan wilayah barat, seringkali tidak bisa bersamaan melihat hilal ketika maghrib datang. Masalahnya, posisi geografisnya memang berbeda. Katakanlah, antara Indonesia dan Arab Saudi. Saat di Indonesia Maghrib, di Arab masih menjelang Ashar. Jika di Indonesia, saat itu, bisa melihat hilal di ufuk barat, masalahnya selesai. Pasti di Arab pun, hilal akan terlihat. Sebab, posisi hilal itu memang muncul di ufuk barat. Arab Saudi sebagai negara yang ada di barat Indonesia pasti bisa melihatnya. Masalah akan muncul, jika di Indonesia tidak terlihat hilal. Tapi, di Arab Saudi kelihatan. Kenapa bisa demikian? Ya, karena hilal-nya berada di barat. Sehingga ketika di Indonesia Maghrib, hilal itu masih tertutup oleh lengkungan Bumi. Dan, baru 4 jam kemudian terlihat oleh mereka yang berada di Arab Saudi, saat Maghrib datang. Maka dalam kasus ini, Indonesia menggenapkan puasa menjadi 30 hari, sedangkan Arab Saudi mencukupkan puasa 29 hari. Sehingga di Indonesia baru shalat Idul Fitri tanggal 2 syawal, dan di Arab shalat tanggal 1 syawal.
  5. Jadi, sebenarnya penetapan shalat Id itu lentur dan tentatif saja. Yakni, seusai puasa Ramadan. Cuma, yang harus kita sadari, bahwa terlihat hilalataupun tidak terlihat hilal pada saat Maghrib ~ di Indo maupun di Arab ~ besoknya tetap saja tanggal 1 syawal. Kenapa? Karena, usia bulan yang tersisa itu sebenarnya hanya maksimum 0,5 hari alias 12 jam. Sehingga, kalau misalnya maghrib itu jam 6 sore, maka besok jam 6 pagi itu sudahmasuk tanggal 1 syawal. Apalagi, jika hanya berjarak empat jam (dari Arab Saudi ke Indonesia). Jika di Indonesia jam 18.00 belum terlihat hilal, dan kemudian di Arab Saudi terlihat jam 18.00 waktu Saudi, maka dalam waktu bersamaan di Indonesia jam 22.00 sudah masuk tanggal 1 syawal. Apalagi besok paginya. Maka, sebenarnya sudah boleh melakukan shalat Idul Fitri. Meskipun boleh juga menggenapkan.
  6. Cuma, Rasulullah menganjurkan untuk menggenapkan 30 hari, karena waktu itu tidak ada alat yang bisa digunakan untuk memastikan hitung-hitungan tersebut. Satu-satunya alat adalah ’penglihatan’ kita. Sehingga, jika tidak terlihat, ya sudah genapkan aja. Toh, tidak menjadi masalah apakah itu 1 syawal atau 2 syawal. Yang penting seusai puasa Ramadan.
  7. Selain Idul Fitri adalah Idul Adha. Dalam al Qur’an disebutkan bhw musim haji itu sebenarnya beberapa bulan. Yakni, Syawal, Dzulqo’dah, dan Dzulhijjah, QS. 2: 197. Dan cara menentukan awal musim haji itu memang dengan melihat munculnya hilal, seperti penentuan bulan-bulan lainnya, QS. 2: 189. Pada bulan-bulan itu jamaah haji sudah mulai berdatangan untuk menyiapkan wuquf di Arafah pada 9 Dzulhijjah, sebagaimana dicontohkan Rasulullah. Dan pada tanggal 10 s/d 13 jamaah haji melakukan lempar jumrah, tawaf, dan sai, serta menyembelih kurban. Sedangkan di Indonesia, kita melakukan shalat Id. Pada saat itu, kita dilarang untuk berpuasa. Berpuasa Arafah adalah sebelumnya, yakni saat jamaah haji wuquf di Arafah.
  8. Maka, meskipun perintah puasa Arafah dan Idul Adha disampaikan Rasulullah lebih awal dari perintah Haji, keduanya tetap saja berkaitan. Bahwa puasa Arafah terkait dengan Wuquf, dan shalat Id terkait dengan: lempar jumrah, tawaf, sai, dan penyembelihan kurban. Karena itu, tidak mungkin kita memisahkan keduanya. Misalnya, puasa Arafah di lakukan di awal bulan Syawal, dan wuqufnya dilakukan di bulan Dzulhijjah. Demikian pula, shalat Id-nya. Karena, ibadah-ibadah itu memang saling terkait.
  9. Maka, sekali lagi, kesimpulannya adalah: penetapan puasa Arafah terkait erat dengan wuquf, dan shalat Id terkait dengan hari tasyrik. Di Indonesia, 9 Dzulhijjah dengan sendirinya akan jatuh tanggal 15 November. Karena, antara Arab Saudi dan Indonesia hanya beda 4 jam. Sehingga kalau di Arab Saudi tanggal 9 Dzulhijjah datang saat maghrib jam 18.00, maka di Indonesia 9 Dzulhijjah itu masuk jam 22.00 malam, pada hari yang sama: 15 November.
  10. Bahkan, jika ditarik ke negara terjauh dari Arab Saudi yang berjarak 12 jam pun kondisinya akan tetap sama. Jika, di Arab Saudi maghrib menjadi pembatas beralihnya tanggal dari 9 ke 10 Dzulhijjah, maka 12 jam kemudian di negara yang jauh itu masuk ke tanggal 10 Dzulhijjahnya, yakni jam 6 pagi. Artinya, mereka boleh melakukan shalat Idul Adha, karena saat itu jamaah haji sudah meninggalkan Arafah menuju Mina. Dan sudah masuk tanggal 10 Dzulhijjah. Jadi, tidak mungkin bertambah sehari lagi. Terlalu lama. Apalagi, tidak ada alasan untuk menggenapkan puasa sebagaimana pada bulan Ramadan. Namun demikian, tentu saja, apa yang saya jalankan ini adalah pendapat saya. Dipakai silakan, tidak pun tidak apa-apa... :)Agus Mustofa

wallahu a'lam bishshawab
~ salam ~


Tidak ada komentar: