Rabu, 03 November 2010

~ MEMPEROLEH KAWALAN ALA TAMU VIP ~(mesir 15)

Ebook islam, sholat sempurna, cara sholat nabi, sholat berjamaah di masjid, sholat khusyu, web islam, jadwal waktu sholat, artikel islami, makna bacaan dan doa solat


Bagi wisatawan yang baru datang ke Mesir, biasanya merasa ’agak aneh’ melihat banyaknya polisi yang bertugas di jalanan kota-kota Mesir. Bukan hanya di Kairo, sebagai ibukota negara, melainkan juga di kota-kota lainnya. Saya yang berkesempatan melakukan perjalanan dari ujung paling selatan Mesir sampai ujung paling utara, merasakan hal itu.

Tentu, yang paling banyak adalah di Kairo. Mulai dari kawasan Istana Presiden di Heliopolis, kantor-kantor pemerintahan, bank-bank, pusat perbelanjaan, bahkan sampai di masjid-masjid dan pusat keramaian lainnya, berderet-deret aparat berseragam putih-hitam. Ya, polisi Mesir tidak menggunakan seragam cokelat seperti di Indonesia. Karena, yang berwarna cokelat itu digunakan oleh pasukan perang, agar warnanya samar dengan padang pasir.

Di sepanjang jalan dalam kota maupun antar kota, kita akan selalu bertemu pos-pos polisi dan check point untuk memeriksa kendaraan-kendaraan ataupun personal yang dicurigai dan butuh ’sentuhan’ mereka. Karena itu sebagai warga asing, saya harus selalu membawa paspor kemana-kemana. Apalagi di jalan tol, tidak bisa tidak, akan bertemu dengan check point itu.

Kalau kita mencermati, kita akan segera tahu bahwa polisi-polisi itu ternyata memiliki tugas yang berbeda-beda. Ada polisi kriminal, polisi lalu lintas, dan ini yang menarik: polisi wisata. Semuanya, pada umumnya mengenakan seragam putih-hitam. Kecuali para reserse atau intel yang mengurusi bidang kriminal tertentu atau politik, mereka berpakaian bebas. Yang terakhir ini dikenal dengan nama Mabahis, dan selalu terlihat menyandang senjata di balik bajunya. Sedangkan polisi lainnya, lumrah menenteng senjata laras panjang.

Di setiap check point selalu ada polisi wisata, polisi lalu lintas, dan Mabahis. Para polisi wisata mengenakan tanda di lengannya, yang bertuliskan: Police for Tourism. Kebanyakan mereka tidak menyandang senjata, kecuali pangkat tertentu saja. Tugasnya adalah memberikan pelayanan keamanan dan kenyamanan kepada para wisatawan.

Beberapa kali saya menerima uluran tangan mereka, terutama saat melakukan ekspedisi Sungai Nil selama bulan Ramadan yang lalu. Yang pertama, ketika menuju kawasan Abu Simbel, di perbatasan Sudan. Daerah-daerah perbatasan seperti ini memang agak rawan, sehingga semua wisatawan tidak diperbolehkan melakukan perjalanan sendiri. Harus dalam rombongan yang dikawal polisi wisata. Maka, saya lantas melihat sepanjang perjalanan Aswan-Abu Simbel yang berjarak sekitar 250 km itu nyaris tidak ada mobil pribadi, kecuali penghuni di permukiman tertentu.

Yang kedua, kami menerima pengawalan ala VIP ketika berada di daerah sekitar kota Asyut, sekitar 300 km selatan Kairo. Sejak memasuki hotel kami sudah berada dalam pengawasan mereka, tanpa kami sadari. Saat check in, petugas hotel menyodori formulir isian seperti ketika melewati pos imigrasi di bandara. Disana saya harus menuliskan berbagai indentitas, termasuk nomer paspor, jenis visa, tempat tinggal, dan tujuan datang ke kota Asyut, serta mau melanjutkan ke kota mana esok harinya, dan pada pukul berapa.

Ternyata, data tersebut diteruskan ke kantor polisi wisata. Esok hari, persis sebelum waktu check out, sudah ada patwal mobil polisi dan sepeda motor besar di depan hotel mengapit mobil kami. Bahkan sebelum itu pun, saat joging pagi seusai subuh, saya sudah bertemu dengan seorang Mabahis berpakaian preman di depan hotel, yang selalu mendekati saya dan mengajak ngobrol sambil mengorek-ngorek keterangan tentang identitas dan tujuan perjalanan.

Maka, perjalanan tim ekspedisi di sekitar kota Asyut seperti rombongan VIP saja layaknya. Bukan hanya menyusuri jalanan utamanya, ketika kami membutuhkan mengisi BBM pun mereka mau mengantarnya ke jalanan yang agak sempit dan ramai. Dan tentu saja, kami tetap bisa melaju dengan lancar dalam pengawalan. Termasuk di stasiun pengisian BBM, dimana kami memperoleh pelayanan khusus.

Menghargai pelayanan istimewa itu saya menyarankan kepada Yovi dan Dadan, anggota tim ekspedisi, untuk sekedar memberikan tips kepada mereka beberapa pound. Tetapi, menurut kawan-kawan saya ini, mereka lebih suka menerima pemberian air mineral untuk memupus rasa haus bekerja di kawasan padang pasir yang panas. Maka, kami pun membeli sekardus air mineral botolan, kemudian membagi-bagikan kepada para polisi itu. Dan memang, mereka sangat gembira menerimanya.

Kecuali yang ini: polisi-polisi yang mengungkapkan kalimat kullu tamam (segala sesuatunya OK)? Nah, yang begini ini adalah tanda mereka meminta fulus. Semula saya cuma menjawab: tamam (OK), syukron ya basya (terima kasih Tuan), tanpa mengerti maksud di baliknya. Tapi, kawan-kawan saya membisiki bahwa yang demikian ini tidak cukup air mineral dan kata ’terima kasih’, melainkan mesti ada tambahan lembaran duit yang disertakan di balik botol..! (agusmustofa_63@yahoo.com/ Dimuat di Jawa Pos, 26 September 2010).

Tidak ada komentar: